Mural-mural Penuh Pesan di Magelang (1): Ibu-Anak Menggambar Bareng

Mural-mural Penuh Pesan di Magelang (1): Ibu-Anak Menggambar Bareng

-Igul Pambudi untuk Harian Disway-

MAGELANG, HARIAN DISWAY - Sejumlah seniman Magelang memanfaatkan dinding-dinding kosong di kota mereka untuk membuat mural. Tak hanya mempercantik. Namun mural-mural itu sekaligus memuat pesan untuk direnungi bersama.

Jika sedang lewat Kota Magelang, terutama yang lewat Jalan Pangeran Diponegoro, maka pengguna jalan akan disuguhi mural. Terbentang di dinding timur Bakorwil atau eks Karesidenan Kedu. Ada lima belas mural yang terbentang di sana.

 

Diurutkan dari dari arah Utara ke Selatan, para seniman Magelang itu membuat wajah salah satu sudut kabupaten di Jawa Tengah itu menjadi berbeda. Terhitung sejak bulan Ramadan lalu. Digagas oleh Igul Pambudi, Subki Smart, dan Tomi MRDK, pembuatan mural itu dilakukan selama bulan puasa. 

 

Tak seperti mural-mural di beberapa tempat lain yang mungkin merusak atau mengotori kota, namun mural itu maki membuat indah Kota Magelang. ”Kami melaksanakannya dengan perizinan dari pemerintah cabang dinas terkait kok, jadi ini aksi resmi seniman Magelang,” kata Igul.

 

Kegiatan dilakukan secara gotong royong oleh para seniman Magelang, sejak 24 April pagi. Menyesuaikan suasana Ramadan, selain melukis dinding, para seniman juga membagi-bagi takjil.

 


IGUL Pambudi, penggagas mural di Magelang yang menyinggung tentang tata karma. -IGUL PAMBUDI untuk Harian Disway-

 

”Yang kami bagikan kepada para pengguna jalan yang lewat di tempat kami membuat mural itu semua murni kami kumpulkan dari para seniman sendiri. Setelah itu kami menutup acara dengan berbuka bersama,” terangnya.

 

Dari lima belas karya yang dibuat, semua pemural membawa pesannya masing-masing. Igul sendiri mengingatkan tentang tata karma dalam era modernisasi yang penuh dengan kemajuan teknologi. Menurutnya sudah jarang anak sekolah yang punya tata krama atau menghormati kepada orang yang lebih tua.

 

”Contoh ketika berjalan seperti mereka lebih menghargai teknologi yang mereka genggam daripada unggah ungguh dan tata krama. Maka ada pertanyaan saya, ’masih punya tata krama???’ dalam mural,” tegasnya.

 

Senada dengan Igul, Wantoro menyinggung tentang unggah-ungguh dan sopan santun.  ”Dalam bahasa Jawa begini; ojo mbedakke marang sak podo-podo. Artinya jangan membeda-bedakan sesama manusia,” terangnya tentang pesan muralnya.

 

Perupa perempuan Niluh Sudarti tak hanya melakukan mural sendiri. Namun dia mengajak kedua putrinya. Carolina Bhanurasmi Virginia Taylor (12) dan Renate Elianne Vameshvari Taylor (10).

 


SENADA dengan Igul Pambudi, karya Wantoro juga mengingatkan untuk tidak membeda-bedakan sesama manusia.

”Anak-anak saya ajak untuk bergabung para pelaku seni lukis lain sesama Magelang supaya dapat mengalami pengalaman langsung dan berinteraksi sosial dengan lingkungan sekitar,” katanya.

 

Memang kedua putri Niluh itu belum pernah melakukan mural sebelumnya. Sehingga acara itu sangat membuat mereka tertarik. ”Mereka mau merasakan bagaimana melukis langsung dengan media dinding yang besar dan di ruang publik,” ungkapnya.

 

Karena itu Niluh sangat berterima kasih pada seluruh komunitas dan peserta mural Magelang yang sangat hangat dan baik menyambut anak-anaknya bergabung.

 

Selama mengikuti mural, Carol dan Renate tetap berpuasa penuh sampai Maghrib. Tidak mengeluh. Mereka tampak bersemangat melukis bersama perupa dewasa lainnya.

 

Namun karena siswa kelas 3 SD di SD Tarakanita Magelang itu masih kecil, dia masih kesulitan untuk mengikuti tema. Meliputi persatuan Indonesia, pluralisme, nasionalisme, unggah-ungguh, tenggang rasa, anti-narkoba, dan kerukunan umat beragama. ”Untung Pak Igul memberikan toleransi dan support Renate untuk menggambar mural sesuai imajinasinya,” katanya.

 


KAKAK adik Renate Elianne Vameshvari Taylor dan Carolina Bhanurasmi Virgnia Taylor menggambar di dinding bersebelahan.-Igul Pambudi untuk Harian Disway-

 

Memang kedua putri Niluh itu belum pernah melakukan mural sebelumnya. Sehingga acara itu sangat membuat mereka tertarik. ”Mereka mau merasakan bagaimana melukis langsung dengan media dinding yang besar dan di ruang publik,” ungkapnya.

 

Karena itu Niluh sangat berterima kasih pada seluruh komunitas dan peserta mural Magelang yang sangat hangat dan baik menyambut anak-anaknya bergabung.

 

Selama mengikuti mural, Carol dan Renate tetap berpuasa penuh sampai Maghrib. Tidak mengeluh. Mereka tampak bersemangat melukis bersama perupa dewasa lainnya.

 

Namun karena siswa kelas 3 SD di SD Tarakanita Magelang itu masih kecil, dia masih kesulitan untuk mengikuti tema. Meliputi persatuan Indonesia, pluralisme, nasionalisme, unggah-ungguh, tenggang rasa, anti-narkoba, dan kerukunan umat beragama. ”Untung Pak Igul memberikan toleransi dan support Renate untuk menggambar mural sesuai imajinasinya,” katanya.

 

Di atas dinding, Renate spontan ingin menggambar kucing. Khas anak-anak, kucingnya memakai baju hangat karena Magelang sedang hujan. Ada banyak rumput dan bunga-bunga. Kata Renate, kucingnya sangat happy saat bermain-main hujan-hujan.

 

Di sebelah dinding adiknya, siswa kelas 5 SD di SDN Magelang 6 itu menggambar anak perempuan sedang menari. Ada tulisan Selamat Hari Tari Sedunia 2022. Ia ingin menyampaikan pesan untuk mengajak melestarikan budaya tari Indonesia. 

 

Karena ia sendiri menyadari bahwa ia pernah tergoda menjadi penari tarian K-Pop. ”Katanya kalau ingat itu Carol tertawa geli. Menurutnya tarian Indonesia juga bagus dan berbudaya tinggi,” kata Niluh.

 


SATU mural dibuat bersama oleh kakak adik Renate Elianne Vameshvari Taylor dan Carolina Bhanurasmi Virgnia Taylor.

Tak langsung memural, Carol dan Renata belajar melakukan persiapan dari tahap awal. Sejak dinding yang masih kotor. Mereka ikut membersihkan dengan cara dikelupas dulu cat-cat yang sudah tua nan menjamur itu.

 

Kemudian memberi warna dasar berulang-berulang sampai warna yang diinginkan muncul. Dasar anak-anak, mereka tetap sering beristirahat kalau sudah mulai rasa capek supaya menghindari rasa haus dan berteduh.

 

Selain karya sendiri, ada mural kolaborasi. Keduanya menyampaikan pesan tentang Saling Menghargai Saling Menghormati. Mengingat Magelang adalah kota dan Kabupaten yang penduduknya beragam. Keduanya mengajak teman-teman seusianya untuk mengenal orang lain yang berbeda-beda.

 

Sementara Niluh sendiri membuat murak dengan gaya street-pop art style. Pilihan warna yang kuat tapi harmonis. ”Banyak konflik di mana-mana membuat prihatin, semoga tidak sampai terjadi ketegangan konflik yang tinggi saat mendekati pilpres mendatang. Bagaimanapun kita adalah satu bangsa, Indonesia. Mari selalu jaga kedamaian,” tegasnya. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: