Cara Hadapi Begal dari Hasil Riset
-Ilustrasi: Reza Alfian Maulana-Harian Disway-
Ini pengalaman korban begal. Pria NF, 35, dibegal di Kelapa Gading, Jakarta Utara, Minggu (29/5) dini hari. Punggungnya dibacok karena ia berteriak. Gegara teriakannya, tiga begal dibekuk polisi, dibantu warga.
KAPOLRES Jakarta Utara Kombes Wibowo kepada pers, Senin (30/5), menjelaskan kronologi pembegalan itu. Kronologi berdasar hasil penyidikan. Begini:
NF kurir di perusahaan ekspedisi. Ia pulang kerja pada Sabtu (29/5) tengah malam. Ia naik motor sendirian.
Saat itu ia dikuntit dua motor, tiga begal: MI, 21; AD, 22; dan HA, 18. Korban tidak menyadari dikuntit. Sebab, lalu lintas di Jakarta Utara pada pukul 00.00 masih ramai.
Ketika NF masuk ke jalan sepi, di Jalan Raya Pegangsaan Dua, Kelapa Gading, dua motor penguntit masih menguntit. NF belum curiga.
Ia baru tahu ada bahaya setelah dua motor pembegal memepet di kiri dan kanan. Apalagi, dua pembegal (kiri dan kanan) sudah mengacungkan celurit, mengancam NF agar menepi.
NF masih berusaha mencari celah lolos. Dengan melaju zigzag. Tapi, para pembegal lebih berani lagi, dengan memepet lebih dekat. Siap bacok.
Akhirnya NF menepi, motor berhenti. Namun, ia tetap duduk di motornya. Dua motor begal berhenti. Salah satu begal, MI, mendekati NF, mengacungkan celurit. Sedangkan dua begal lain tetap duduk di motor.
”Turun... Mana barang...!” bentak MI
NF turun dari motor. Ia menyerahkan HP. Dirampas MI. Mendadak HP jatuh ke tanah. Mungkin pembegal tergesa. Mungkin juga NF sengaja menjatuhkan HP. Yang jelas, MI jongkok, memungut HP.
Saat itulah NF sambil lari, teriak minta tolong: ”Begal... begal...”
Pembegal panik, mengejar NF. Langsung membacok NF. Kena punggung. Craaas... NF berteriak histeris, kesakitan.
Ternyata, tak jauh dari TKP di tempat sepi itu ada beberapa orang. Mereka berlari mendekati arah teriakan NF. Mereka mendapati MI yang berusaha menghidupkan motor NF. Saat itulah NF berteriak lebih kencang, menunjuk MI sebagai begal.
Dua motor begal yang stand by langsung kabur. Sementara itu, MI panik, tak segera bisa menghidupkan motor milik korban.
Warga langsung meringkus MI, menghajarnya. Di saat bersamaan, mobil patroli polisi berhenti, mendekati kerumunan itu. MI langsung ditangkap, dibawa ke Mapolres Jakarta Utara.
Kombes Wibowo: ”Dua tersangka yang kabur kami tangkap siang tadi (kemarin, Red), tidak sampai 24 jam dari kejadian.” Angka 24 jam, pedoman standar polisi dalam meringkus penjahat.
NF dilarikan ke rumah sakit terdekat. Dirawat dengan luka robek di punggung.
Kejadian itu disimpulkan begini: Jika korban begal berteriak, sangat mungkin korban terluka. Tapi, efeknya warga akan mendengar dan membantu.
Seumpama kejadian dibalik, korban begal diam dan menyerahkan semua barangnya, sangat mungkin korban tak terluka. Namun, pembegal sulit ditangkap polisi.
Itu dari sudut pandang korban. Bagaimana dari perspektif pelaku? Apakah simpulan itu benar?
Dikutip dari Reader’s Diggest, bertajuk: I’m a Mugger, Here’s How to Outsmart Me, penulis Lauren Cahn, dimuat 29 November 2021, sangat cocok.
Itu riset berdasarkan wawancara dengan penodong bernama David Solano. Penghuni Penjara New York, Amerika Serikat, untuk hukuman dua tahun. Solano sudah terbukti menodong lebih dari 100 kali. Sebagian korbannya tewas.
Di situ disebutkan, ”Target favorit David Solano adalah, seperti yang ia katakan: Siapa saja yang sendirian. Terutama di tempat sepi. Dan, di kegelapan malam.”
Faktanya, kesendirian korban selalu menjadi kriteria pertama Solano dalam memilih target. Ia mengabaikan jenis kelamin, mengabaikan usia, atau bentuk fisik, atau apa pun.
Dipaparkan, Solano perampok jalanan bersenjata. Kebanyakan dengan pistol, sebagian dengan senjata tajam. Sebagian kecil korbannya terluka. Lebih banyak ia sukses merampok. Daripada melukai korban.
Solano mengaku, di awal kejahatannya, ketika ia masih pemula, ia sering melukai korban. Sebab, ia panik ketika korban berteriak. Maka, ia menggunakan senjata akibat panik.
Solano di riset itu: ”Sewaktu korban teriak, saya kaget dan bingung. Lalu, seperti otomatis, pistol saya meletus mengenai korban. Kalau saya bersenjata pisau, saya langsung menyerang, supaya ia (korban) diam.”
Di situlah korban terluka. Dan, Solano gagal melakukan kejahatan. Sebab, tujuan utama Solano adalah merampas harta korban. Bukan melukai atau membunuh.
Solano: ”Setiap kali saya melukai korban, apalagi sampai terbunuh (sekitar 3 persen korban Solano terbunuh), saya sedih. Sebab, saat itu saya langsung melaksanakan rencana kabur. Meninggalkan rencana merampok.”
Artinya, dalam setiap aksinya, ia menganalisis gerak-gerik korban. Lantas, mengejarnya (bermobil). Memepet mobil korban. Akhirnya menodong.
Ia sudah memahami lokasi tempat ia memepet korban. Paham jalan pelarian. Yang ia perhitungkan, sulit dikejar korban. Atau polisi. Rencana jalan pelarian itu juga untuk mengantisipasi kemungkinan gagal rampok.
Jadi, Solano perampok dengan perencanaan matang.
Saran dari tulisan Reader’s Diggest itu sederhana: ”Jika Anda dirampok, patuhi. Serahkan semua barang yang diminta. Maka, Anda bakal selamat.”
Dipaparkan, perampok pasti panik, lantas putus asa, ketika korban berteriak. Akibatnya bisa beragam. kalau perampok membawa pistol, bisa menembak. Kalau membawa senjata tajam, bisa membacok.
Tapi, di kasus begal Kelapa Gading Jakarta, korban tidak rela HP-nya dirampok. Ia berteriak. Hasilnya seperti itu. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: