Konsisten Dong

Konsisten Dong

 

Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), menghelat Program Duta Bahasa Nasional pada awal September 2019 lalu.

Itu merupakan program pembinaan kebahasaan dan kesastraan bagi generasi muda. Tujuannya, meningkatkan peran generasi muda dalam memantapkan fungsi bahasa Indonesia, daerah, dan asing sesuai dengan ranah penggunaan masing-masing guna memperkuat jati diri dan daya saing bangsa.

Program tersebut diikuti 62 peserta yang mewakili 34 provinsi di Indonesia dengan rentang usia 18 hingga 25 tahun.

Sayang, institusi yang dulu dikenal bernama Pusat Bahasa dan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa itu tidak memilih duta dari kalangan artis. Tak ada satu pun. Padahal, para artislah pihak yang mangkus-sangkil untuk menginternalisasi dan menginternasionalisasi bahasa Indonesia.

Penggemar mereka banyak. Di dunia maya maupun nyata. Obrolan mereka selalu jadi perhatian. Pun ”panutan”. Mereka ngomong A, para fan ngomong A. Z, juga Z. Dan seterusnya.

”Belum pernah,” kata Mustakim, kepala Balai Bahasa Jawa Timur, Rabu (2/10), saat ditanya apakah Kemendikbud pernah mengangkat atau mengadakan pemilihan Duta Bahasa Indonesia dari golongan artis.

”Tapi, kalau penghargaan untuk tokoh berbahasa Indonesia lisan terbaik, ada. Ada artis yang terpilih, yaitu Maudy Koesnaedi,” lanjutnya tanpa menyebut tahun.

Oke, kita lihat satu unggahan terbaru dia di Instagram-nya (maaf, saya tidak memakai klitik ”-nyi” untuk menggantikan Maudy).

Tiga hari lalu (tulisan ini dibuat pada Rabu malam, 2 Oktober 2019) dia mengunggah ini:

Makna Pohon Sentubung & Pohon Songory

Setahun yang lalu saya membacakan narasi tentang makna pohon Sentubung dan pohon Sengoris dalam kehidupan Orang Rimba pada acara ulang tahun Sokola Institute yang ke 15.

Ada juga narasi lain yg dibawakan oleh @prissia ttg kedudukan perempuan di budaya Rimba. Juga tentang Pohon Sialang dan ritual mengambil madu dibawakan oleh Mas @handrysatriago & @pengendum4680.
Narasi tersebut menarik sekali dan mendorong saya ingin mengenal budaya Orang Rimba lebih jauh.

Yang akhirnya menginspirasi saya dan teman-teman bergabung dalam @panggungbercerita untuk menceritakan filosofi Orang Rimba yang begitu erat dengan alam dalam pertunjukan “Beralas Bumi Beratap Langit” pada tgl 27 & 28 September 2019 lalu.

Terima kasih Mbak @butet_manurung @inditdijakarta dan teman2 dari @sokolainstitute sudah mengenalkan saudara2 di Rimba.

Selamat Ulang Tahun yang ke 16.

Selamat berjuang memberikan pendidikan yang diperlukan saudara2 sebangsa setanah air khususnya suku anak dalam...

Terima kasih untuk yang merekam pembacaan narasi ini dan mengup-load di #youtube. Semoga ga keberatan saya posting.

Cukup panjang. Sepertinya Maudy ingin bercerita secara utuh. Salah satu buktinya, dia memberikan judul dalam unggahan tersebut. Bagus sekali. Walakin, ada beberapa catatan yang perlu digarisbawahi.

  1. Konsistensi. Yang dimaksud pohon Songory atau Sengoris (apakah Sengoris itu terjemahan dari bentuk asing Songory)? Lalu, usia ultahnya 15 atau 16
  2. Penyingkatan. Penulisan yg, ttg, dan tgl sebaiknya dihindari.
  3. Penulisan istilah asing yang mendapat afiks. Mengup-load seharusnya meng-upload.
  4. Penggunaan angka 2. Teman2 dan saudara2. Bentuk jamak dibuat dengan mengulang kata sekaligus membubuhkan tanda hubung (-). Menjadi teman-teman, saudara-saudara.
  5. Kosakata. “Ga” semestinya ditulis tidak. Kalau ingin tetap gaul, bisa dipakai kata ”enggak”. Atau, gak, nggak, ndak, meski belum baku, tapi masih berterima.
  6. Tanda hubung. Tanda hubung digunakan untuk merangkai ke- dengan angka. Jadi, ke 15 seharusnya ke-15 dan ke 16 seharusnya ke-16. Boleh saja tidak memakai ke-, asal angka Arab di situ diganti dengan angka Romawi. Jadi, XV dan XVI.

 

Demikian, semoga bermanfaat. Mari kita martabatkan bahasa Indonesia di negeri sendiri. Terima kasih.(Yusuf Ridho [email protected])

 

 

 

 

 

 

 

   

 

 

Sumber: