Repot Urus Keluarga, Sempatkan Urus Orang Lain
”Ketika itu, ibu saya yang dirawat di RS Adi Husada, Undaan, punya kamar cadangan di RS National Hospital. Langsung saya berikan pada keluarga itu,” ujarnya. Ia masih mengingat anak keluarga itu yang paling kecil, bernapas menggunakan selang oksigen.
Keluarga itu sembuh sepenuhnya. Mereka mengirim surat kepada Gianto. Terima kasih telah membantu kami sekeluarga, meskipun Ko Gianto sedang dalam kondisi susah. Semoga kita terus berhubungan dan menjadi semakin akrab. Tuhan melindungi koko sekeluarga. Semoga banyak orang yang tertolong berkat Koko. Demikian isi suratnya.
Selain yang tertolong, banyak pula yang meninggal. Seperti yang merenggut nyawa satu keluarga. Mereka meninggal dalam waktu tiga hari. Tanggal 9 Juli, si ibu meninggal. Tanggal 11 si ayah, lalu tanggal 13, si anak. ”Suami istri serta putri mereka sebenarnya sudah mendapat kamar di rumah sakit. Tapi kondisi mereka sangat parah,” kenangnya sembari menyeka air mata.
Rata-rata mereka yang membutuhkan kamar RS memang sedang dalam kondisi gejala berat. Saturasinya mencapai 60-65. Dari sekitar 40 orang tersebut, 10 orang meninggal dunia. Termasuk Verawati Wijaya Kang, ibunya. Namun meninggalnya ibunda membuatnya semakin bertekad untuk berjuang demi kemanusiaan.
Gianto pernah marah besar terhadap Ellen S, pemilik restoran Kayana yang tertangkap akibat menimbun obat-obatan medis. Ketika orang kesulitan mendapat obat, oknum tak bertanggung jawab malah main belakang.
Padahal, Gianto sempat membantu ibu Ellen yang terkena Covid-19. ”Ibu Ellen sampai meninggal dunia. Kok bisa-bisanya ada anak yang waktu itu ibunya menderita Covid, begitu tega menimbun sekian banyak obat,” ujarnya dengan geram.
Kesulitan akan tersedianya obat tentu sangat dirasakan olehnya. Sebab, ia juga kerap berbagi obat secara gratis kepada masyarakat. Bahkan, orang-orang yang pernah ditolongnya, yang telah sembuh dari Covid-19, disarankan untuk memberikan obat-obatan mereka.
”Semua setuju untuk memberikan obat-obatan yang masih ada, yang dulu pernah dikonsumsi. Masyarakat lebih membutuhkan,” ujar salah satu anggota termuda dalam jajaran dewan kehormatan PSMTI itu.
Selain obat, ia juga meminta agar para penyintas Covid-19 memberikan tabung oksigen yang pernah dipakai. Termasuk setelah ibundanya meninggal, tiga buah tabung oksigen yang dulu digunakan mendiang, diberikan kepada masyarakat yang benar-benar membutuhkan.
Ia bergerak bersama kawan-kawan komunitasnya agar tak sampai terjadi kelangkaan oksigen. Gerakan Gianto itu banyak menginspirasi orang-orang di sekitarnya. Ada yang bergerak membantu secara individu, maupun bergabung dengan tim Gianto.
Kini Gianto sebenarnya masih dalam masa prihatin. Selain ibunya baru saja meninggal, ia masih mengurus cucu keponakan yang sedang menjalani perawatan long covid. ”Paru-parunya ada flek putih, pembuluh darahnya tersumbat. Kasihan, cucu saya masih berusia 2 tahun 11 bulan,” ungkapnya.
Di sela kesedihannya, ia masih disibukkan oleh panggilan demi panggilan di smartphone-nya. Terdengar Gianto berbincang tentang kegiatan pembagian sembako, penyaluran oksigen, pemberian obat bagi masyarakat maupun mereka yang sedang terpapar.
Memang, mutiara tetaplah mutiara. Tak pudar kemilaunya meski terpendam di dalam lumpur hitam. (Guruh Dimas Nugraha)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: