Kuasai Isu Kota Layaknya Birokrat atau Politisi Senior

Kuasai Isu Kota Layaknya Birokrat atau Politisi Senior

WALI KOTA Eri Cahyadi tiba-tiba mengontak Aryo Seno Bagaskoro pada 1 Juli lalu. Eri mengatakan, Surabaya butuh ribuan relawan. Banyak nakes tumbang. RS, puskesmas, hingga petugas pemakaman kewalahan menangani ledakan kasus Covid-19 varian Delta.

“Situasi sangat darurat. Kamis Pak Eri ngomong, besoknya langsung deklarasi,” kata Seno saat ditemui di Markas Relawan Surabaya Memanggil di Jalan Raya Darmo Nomor 15, Minggu (15/8). Posko yang biasanya ramai, kini sudah sepi. Seno hanya ditemani 5 kawannya di posko itu.

Relawan pemulasaran jenazah, sopir ambulans, hingga relawan kedaruratan mulai ditarik dari garda depan. Semuanya bersiaga di rumah masing-masing. Beberapa relawan tetap bersiaga untuk membantu pemkot menggelar vaksinasi massal.

Pembentukan relawan sebenarnya sudah dibicarakan sejak Februari. Saat itu Wali Kota Eri Cahyadi baru dilantik jadi wali kota meneruskan kepemimpinan Tri Rismaharini.

Seno mulai mengumpulkan kekuatan. Ada 300 orang bergabung. Mayoritas pemuda. Jaringan Seno di kalangan anak muda memang tidak perlu diragukan. Terutama di kalangan pelajar dan mahasiswa.

Seno adalah pelopor Aliansi Pelajar Surabaya (APS). Saat masih jadi siswa SMPN 6 Surabaya ia sudah berhasil menggerakkan 33.130 pelajar SMP, SMA, dan SMK untuk bersurat ke Presiden Joko Widodo. Anak SMP bisa menggerakkan SMA/SMA. Luar biasa.

Gerakan itu dibantu Organisasi Pelajar Surabaya. Mereka membuat surat tentang penolakan pengalihan kewenangan SMA/SMK dari kota ke provinsi. Peralihan itu mengancam kebijakan sekolah gratis hingga SMA/SMK yang sudah diterapkan di Surabaya. Pelajar berharap kewenangan itu tetap di tangan pemkot.

Pada pilkada tahun lalu, Eri menunjuk Seno sebagai juru bicara tim pemenangannya. Meski  baru lulus SMA Seno sudah menguasai isu kota layaknya birokrat dan politisi senior. Sayap Seno pun semakin lebar. Namanya semakin diperhitungkan.

Saat pembentukan relawan lima bulan lalu, ia dengan mudah mengumpulkan 300 pasukan. Tugas mereka adalah memperkuat dan menjadi penggerak kampung tangguh di lingkungan masing-masing.

Namun di bulan-bulan awal tenaga mereka masih belum banyak dibutuhkan. Situasi masih sangat terkendali. Bahkan Surabaya nyaris masuk zona kuning atau zona resiko rendah. Sayangnya, target itu tak bisa dicapai.

Terjadi ledakan kasus di utara Surabaya. Sebaran virus varian delta di Bangkalan dengan cepat merebak ke Surabaya. Akses Jembatan Suramadu sempat ditutup untuk mencegah penularan. Namun, upaya itu tidak bertahan lama karena warga Madura menggelar demo besar-besaran di Balai Kota. Penyekatan dibongakar.

Tak sampai sebulan, RS di Surabaya penuh. Bahkan semua IGD RS di Surabaya overload. Beberapa RS memutuskan untuk menutup IGD-nya. Tak lama kemudian semua wilayah di Jatim jadi zona merah. Satu persatu perawat dan dokter mulai tumbang. Bahkan selama 23 hari saja ada 71 perawat di Jatim yang meninggal.

Untungnya Seno sudah punya kekuatan relawan itu. 300 relawan pertama menjadi embrio gerakan Surabaya Memanggil. Sebagian relawan inti langsung dikumpulkan di Balai Kota Surabaya pada 2 Juli oleh Wali Kota Eri Cahyadii. Mereka berikrar setia membela Kota Pahlawan untuk merdeka dari Covid-19.

Sebanyak 80 relawan langsung disebar sebagai sopir ambulans. 50 orang diperbantukan ke puskesmas, sementara 30 sisanya membantu dinas sosial untuk mengirim jenazah ke makam khusus Covid-19 di Keputih dan Babat Jerawat. “Awal-awal itu memang butuhnya sopir. Mobilnya ada, yang nyetir kurang,” kata mahasiswa Ilmu Politik Universitas Airlangga (Unair) itu.

Relawan kerja 24 jam dibagi dalam 3 shift. Shift pertama dimulai pukul 7 pagi hingga 3 sore. Shift kedua berakhir pukul 11 malam. Sisanya terakhir berjaga sampai pagi.

Mereka yang bukan nakes itu tercengang melihat banyak pasien tak bisa dirawat di RS.  Banyak yang meninggal di rumah karena tidak mendapat penanganan medis sama sekali. Beberapa relawan bahkan sampai menangis saat melihat korban yang masih anak-anak. “Sampean tanya sendiri ke relawannya,” ujar Seno menunjuk ke arah salah satu relawan.

Namanya Bagus Pratama Cahya. Ia ikut mengevakuasi jenazah-jenazah dari rumah warga. Relawan sepertinya bekerja tanpa henti. Terutama di pertengahan Juli. “Pernah sehari itu yang dimakamkan sampai 190 orang,” kata pemuda asal Karah itu.

Ia baru tahu bagaimana rasanya 8 jam pakai APD. Keringat mengucur dari pergelangan tangan. Sementara sepatu boots yang dipakai juga terendam. Rasanya, seperti memakai pakaian basah yang baru dicuci. Lalu dipakai seharian.

Eri Juga meminta Seno menyiapkan relawan saat pemkot membangun dua RS darurat di Lapangan Tembak Tambak Wedi dan Gelora Bung Tomo. Seno ikut menemani wali kota berkeliling. Apa yang dibutuhkan, ia catat.

Untungnya antusiasme warga Surabaya begitu tinggi. Dalam dua hari pendaftaran Relawan Surabaya Memanggil, ada 1.050 warga yang mendaftar. Sepekan setelahnya jumlah relawan sudah dua kali lipat. Kerja mereka di lapangan pun tidak perlu diragukan. Buktinya Surabaya sudah sangat membaik sekarang. “Orang Surabaya itu memang sangar. Cepat banget kalau urusan gotong royong,” kata putra pasangan Filipus Tedjo Baskoro-Deborah Fara Angelia itu.

Seno sebenarnya tidak mau namanya diagungkan menjadi patriot Covid-19 yang dipilih pembaca Harian Disway. Sebab kerja keras menangani Covid itu adalah kerja banyak orang. Karena itu ia dedikasikan penghargaan itu ke semua Relawan Surabaya Memanggil yang mau mendengar dan menjawab panggilan Surabaya. (Salman Muhiddin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: