Serial Dimaz Muharri (3): Bertemu Pemain Kobatama

Serial Dimaz Muharri (3): Bertemu Pemain Kobatama

Klub Birata, tempat Dimaz Muharri berlatih sempat bubar. Lebih tepatnya ganti nama. Menjadi Horizon. Itu terjadi saat Dimaz SMP. Ia tetap berlatih di klub itu. Skill-nya sudah mulai terlihat. Melihat potensi Dimaz, seniornya menyarankan  mencari klub lain agar bisa lebih  berkembang.

---

SELASA lusa (24/8) tepat setahun wafatnya sang mamak. Susila Mawarni. Papanya, Ismudiarto, menyusul dua bulan setelahnya. Dimaz masih ingat betapa papa dan mamaknya tak pernah melarang ia bermain basket. Justru sangat mendukung. Oleh mamaknya, Dimaz dipanggil dengan sebutan "Ndim".

Mamak Dimaz asli Binjai. Sedangkan papanya berasal dari Tegal, namun besar di Medan. Setelah menikah, mereka tinggal di Binjai. Sebelum tinggal di rumah mereka di Jalan Sultan Hasanuddin, keluarga Dimaz mengontrak semacam paviliun. "Waktu itu dua lantai. Kami di lantai bawah. Di lantai atas ada keluarga lain yang anaknya masih berteman sama saya sampai sekarang," kata Dimaz.

FOTO KENANGAN Dimaz Muharri (dua dari kiri) bersama papa, mamak, dan kakaknya. (Foto: Dokumentasi DImaz Muharri)

Dimaz tak tahu persis kapan pindah ke rumah Jalan Sultan Hasanuddin di Kelurahan Kartini. Rumah di atas tanah 150 meter persegi itu adalah memori masa kecil hingga remaja Dimaz. Rumah itu juga yang tiba-tiba muncul dalam gugatan yang diajukan CLS Knights, klub basket yang pernah membesarkan nama Dimaz. Pihak CLS mengajukan sita jaminan terhadap rumah tinggal Dimaz di Surabaya dan rumah warisan ayahnya di Binjai itu (Baca serial Dimaz Muharri seri 1, Jumat, 20/8/2021).

Lokasi rumahnya yang dekat dengan Lapangan Merdeka, Binjai, –hanya 200 meter– memudahkan Dimaz untuk berlatih kapan pun. Ia sudah menjadi "juru kunci" lapangan basket di Lapangan Merdeka.

Menginjak SMP, Dimaz masuk ke SMPN 1 Binjai. Lokasi sekolahnya begitu dekat dengan rumahnya. Sama-sama di Jalan Sultan Hasanuddin. Benar-benar strategis rumah Dimaz. Ke sekolah dekat, ke lapangan basket dekat. Hanya saja, saat SMP, kakaknya, Ladini Apti Putri, sudah kuliah di Medan. Sehingga tidak lagi tinggal sekamar dengannya.

Rumah sering kosong. Saat papanya bekerja sebagai PNS di kantor Agraria (Badan Pertanahan Nasional) dan mamaknya bekerja di Kantor Bupati Stabat, Langkat. Otomatis rumah itu menjadi tempat kumpul yang strategis bagi Dimaz dan teman-temannya. Apalagi dekat dengan sekolah.

Tentu saja Dimaz mengajak teman-teman SMP-nya untuk bermain basket. Tanpa sepatu. Dan lagi-lagi, Dimaz yang sudah punya koleksi sepatu basket, terpaksa memakai sandal. Mamaknya kadang komplain saat melihat kaki Dimaz lecet. Sudah dibelikan sepatu tapi malah pakai sandal saat main basket.

Di klubnya, Birata, Dimaz nyaris tak pernah absen latihan. Sampai suatu ketika klubnya berganti nama menjadi Horizon. Dimaz tidak tahu persis mengapa klubnya harus berganti nama. Padahal itu hanya klub latihan. Bukan klub basket yang mengikuti berbagai turnamen.

KEBAHAGIAAN Dimaz Muharri bersama istri dan anak saat kedua orang tuanya dari Binjai datang. (Foto: Instagram @SelvDI)  

Lulus dari SMP, Dimaz melanjutkan ke SMAN 3 Binjai. Juga tak terlalu jauh dari rumahnya. Tak sampai 2 km. Kalau dipikir-pikir, tak ada yang jauh di kota kecil seperti Binjai. Di SMA, Dimaz juga mengajak teman-temannya bermain basket. "Teman-teman cukup mengerti aturan basket. Paling yang sulit soal three seconds. Tapi kalau aturan double atau walking mereka sudah paham," kata Ndim. 

Untuk menyemangati teman-temannya, Dimaz menantang sekolah-sekolah lain untuk bertanding. Kali ini sudah pakai sepatu saat bertanding. Ada yang membuat teman-temannya bersemangat untuk bertanding dengan sekolah lain. Kadang-kadang ada taruhannya. Tidak banyak, sekadar buat penyemangat. "Seringnya menang. Tapi kadang juga kalah," ujar Ndim lagi.

Dimaz ingin lebih serius bermain basket. Itu juga saran dari senior-senior di klubnya. Mereka melihat bakat Dimaz. Sayang kalau tidak mencari klub yang bisa membuatnya berkembang.  Ia pun mencari klub baru. Godim –panggilan kakaknya di Dimaz– menginjak kelas 3 SMA. Seharusnya dia mulai fokus menyiapkan diri menghadapi ujian akhir nasional (UAN). Namun Dimaz malah sibuk mencari klub basket baru.

Ada beberapa klub yang menarik. Pilihan jatuh ke Klub Bahrang yang markasnya di lapangan basket Brahrang. "Di klub itu ada mantan pemain Kobatama," kata Dimaz.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: