Pengungsi Afghan Demo di Jakarta

Pengungsi Afghan Demo di Jakarta

Namun, mereka pendemo yang gigih. Mereka datang dengan bus-bus, berkumpul di depan kantor UNHCR, Menteng, sejak sekitar pukul 09.00 WIB. Lalu, dihalau polisi ke arah Tugu Tani. Mereka mundur.

Sebagian lari, masuk jalan-jalan kecil, menyelinap, balik lagi ke depan UNHCR. Bisa saja mereka tidak paham jalan-jalan Jakarta. Tapi, mereka membawa HP, bisa melihat GoogleMap.

Lantas, sedikit demi sedikit gerombolan yang terhalau ke Tugu Tani balik lagi ke UNHCR. Sekitar pukul 13.00 di UNHCR sudah banyak orang lagi.

Kegigihan mereka, sepertinya, lebih ulet daripada pendemo kita yang dibayar Rp 100 ribu plus nasi bungkus dan angkutan bus. Sungguh.

Ternyata, pengungsi yang masuk ke Indonesia terbanyak dari Afghanistan.

Communication Associate UNHCR Jakarta Dwi Prafitria kepada wartawan kemarin mengatakan, jumlah pengungsi Afghanistan di Indonesia per Juli 2021 sekitar 7.400. Pengungsi Afghan ke India sekitar 15.600. Ke Malaysia sekitar 2.400.

Padahal, Indonesia belum meratifikasi konvensi pengungsi PBB. Juga, melarang pengungsi bermukim permanen di Indonesia. ”Mereka kami salurkan ke nagara-negara yang mau,” ujar Dwi. ”Tapi, tidak bisa cepat.”

Pada 2016, menurutnyi, setahun bisa menyalurkan sekitar 500 pengungsi. Ke berbagai negara, kebanyakan Australia. ”Tapi, sejak pandemi korona, sulit. Semua negara menolak,” katanyi.

Padahal, dia perkirakan, gelombang pengungsi Afghan bakal dahsyat. Berdasar data UNHCR, Juli 2021, pengungsi Afghan ke seluruh dunia 2,7 juta orang. Belum termasuk gelombang pengungsi sepekan terakhir.

Ada anekdot soal Afghan. Kawanku di Jakarta cerita begini:

Seumpama diadakan kompetisi, antara orang Aghanistan melawan Jepang. Dibuatkan dua lubang galian tanah. Diameter 3 meter, kedalaman 4 meter. Masing-masing lubang diisi: Tiga Afghan, tiga Jepang. Tanpa peralatan. Lalu, kita tinggalkan mereka seminggu. Apa yang terjadi kemudian?

Aku tak menjawab. Sebab, itu berandai-andai.

Kawanku menjawab sendiri: ”Di lubang Jepang, kosong. Tersisa pakaian mereka, terlilit seperti tali-temali,” katanya. ”Di lubang Afghan, tiga tewas semua. Kau tahu mengapa mereka tewas?”

Aku tetap diam. Sebab, itu anekdot lama. Hanya diganti kebangsaan pelakunya.

Lagi pula, warga Indonesia sekarang rukun, kompak. Bagai tali-temali, menuju kemajuan di masa depan. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: