Kapal Hanya Datang Hari Kamis
KATANYA kapal pelayaran internasional dan kontainer sedang langka. Namun, mengapa banyak sekali kontainer menumpuk di depo kontainer Surabaya? Lalu lintas truk kontainer juga sangat padat di jalur pantura.
Ternyata itu hanya ilusi. Kepadatan truk terjadi karena kapal tidak datang setiap hari. Saat ada kapal yang datang, semua armada keluar bersamaan. “Meledaknya di hari-hari tertentu saja. Tidak bisa Senin-Minggu, 7 kali 24 jam seperti dulu,” kata Ketua DPC Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Surabaya Putra Lingga.
Bulan ini kapal ekspor selalu datang Kamis. Mereka datang bersamaan. Maka, jalan pantura Surabaya bakal sangat macet hari itu. Ada 2.600 truk kontainer yang mengantre ambil barang. Masalahnya, akses logistik yang menghubungkan pelabuhan dengan depo kontainer dan kawasan pergudangan sangat dikeluhkan.
Pengusaha bolak-balik protes. Jalan sering rusak. Ada banyak titik penyempitan jalan atau bottle neck di jalur pantura. Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) Jawa-Bali sudah menangani keluhan pertama. Sejumlah ruas jalan yang sering rusak sudah dibeton. Tersebar dari Jalan Kalianak, Greges, hingga Osowilangun.
Keluhan kedua masih belum ada obatnya. Pelebaran jalan tak kunjung dilakukan. Warga tak mau melepas rumahnya dengan harga murah. Sekitar 15 tahun lalu rumah warga sudah diukur, namun sampai sekarang pelebaran jalan di sekitar jembatan belum dilakukan.
Akibatnya harga tanah makin tinggi. Pemerintah pusat makin berat menindaklanjuti permasalahan itu. Apalagi anggaran pemerintah sedang menipis karena pandemi.
Depo kontainer di Surabaya utara juga tak tertata. Komisi C DPRD Surabaya pernah mendapati fakta bahwa ada 200 bangunan tanpa izin mendirikan bangunan (IMB) di sepanjang pantura itu. Analisis mengenai dampak lingkungan lalu lintas (Amdalalin) pun dipertanyakan.
Namun, menjamurnya depo kontainer tersebut sulit dibendung. Sebab space untuk kontainer di darat sangat dibutuhkan. Dan itu opsi yang lebih murah, “Kalau secara geografis kita bisa menumpuk kontainer di darat. Beda dengan Singapura atau Hongkong yang areanya kecil,” jelasnya.
Problem geografis yang dihadapi Singapura Hongkong berimbas pada penumpukan kapal di pelabuhan. Barang bisa bertahan di atas kapal selama 3 bulan.
Penumpukan di dua pelabuhan perdagangan besar itu berimbas ke berbagai negara. Kapal pelayaran internasional di Indonesia berkurang, “Pelayaran dunia yang dulunya gagah perkasa sekarang jadi perkutut. Merger semua,” kata Putra.
Sempat ada usulan mengganti kapal kontainer dengan tongkang. Putra menilai usulan itu sulit dilakukan. Sebab daya angkut tongkang sangat kecil.
Ongkos angkutnya bakal berlipat ganda karena pengiriman harus dilakukan berkali-kali. “Kayak angkut pasir pakai pikap habis Rp 1 juta karena bolak balik. Pakai dump truck cuma Rp 250 ribu sekali angkut,” jelasnya.
Pengurus Harian Forum Maritim Jatim Ali Yusa menilai, problem kelangkaan kapal dan kontainer terjadi karena perubahan pola usaha perkapalan internasional. Kapal-kapal yang membawa barang impor memilih langsung kembali ke negaranya tanpa membawa barang dari negara tujuan. “Daripada menunggu di negara tujuan yang belum jelas, mereka kembali untuk mengangkut barang-barang dari negara mereka sendiri,” kata Alumnus Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) itu.
Secara logika, potensi ini seharusnya bisa diambil perusahaan pelayaran asal Indonesia. Kenyataannya tidak semudah membalikkan tangan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: