Telanjur Jual Seragam, Kepala SMPN 54 Minta Maaf
PEMKOT mulai mengurai persoalan mahalnya kain seragam SMP. Semua koperasi sekolah tidak diperbolehkan menjual seragam. Wali murid dari keluarga tidak mampu bisa menarik uangnya.
Gara-gara masalah itu, SMPN 54 tidak bisa menjual ratusan paket seragam yang sudah disiapkan koperasi sekolah. Mereka menumpuknya di salah satu ruang kelas. ”Dispendik belum memperbolehkan koperasi sekolah jualan seragam,” ujar anggota Komisi C DPRD Surabaya Abdul Ghoni saat mendatangi SMPN 54 Surabaya kemarin.
SMPN 54 menjadi salah satu SMP yang diadukan ke DPRD Surabaya pekan lalu. Wali murid merasa harga kain Rp 1,5 juta hingga Rp 1,6 juta terlalu mahal. Sebab, mereka hanya mendapat kain putih biru, Pramuka, batik, seragam olahraga, dan atribut pendukung.
Jika ditambah ongkos jahit, wali murid harus mengeluarkan anggaran hingga Rp 2 juta. Harga itu dianggap terlalu mahal karena harga seragam jadi di pasaran hanya Rp 125 ribu hingga Rp 170 ribu.
Wali Kota Eri Cahyadi sudah marah. Ia mewanti-wanti agar tidak ada komplain terkait seragam di tahun pertamanya menjabat. Namun, masalah itu tetap muncul. Lebih parahnya lagi, yang mengadu ke DPRD Surabaya adalah masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Bagi MBR, seragam, tas, hingga sepatu sudah dianggarkan. ”DPRD menganggarkan itu. Kalau sekolah menarik biaya lagi, ini namanya anggaran ganda. Bahaya,” ujar Ghoni.
Dispendik Surabaya sudah memerintah seluruh sekolah untuk mengembalikan uang wali murid dari keluarga MBR. Ghoni ingin memastikan bahwa SMPN 54 sudah memenuhi instruksi tersebut.
Kepala SMPN 54 Nur Komariah pun minta maaf atas kegaduhan yang terjadi. Menurutnyi, masalah muncul karena keteledoran pihak sekolah. ”Katakanlah ini keteledoran. Banyak yang beli. Sehingga kami kebobolan tidak lihat data,” tegasnyi.
Pihaknyi mengungkapkan, ada 45 siswa mitra warga dari keluarga MBR di sekolahnyi. Sebanyak 19 orang sudah telanjur beli dan mereka sudah dikumpulkan pada Selasa (7/9) dalam dua gelombang. Sebanyak 17 orang datang untuk mengambil uang yang sudah dibayar. Dua sisanya tidak hadir dan belum bisa dihubungi.
Kain yang sudah mereka beli tidak perlu dikembalikan. Sekolah memberikannya secara gratis sebagai permintaan maaf. ”Doakan saya bisa memberi lebih. Uang kami kembalikan, seragam tidak kami minta lagi,” katanyi.
Wakil Wali Kota Surabaya Armudji berharap kasus seragam tidak terjadi tahun depan. Pemkot sudah melarang sekolah berjualan seragam melalui koperasi. ”Ini berlaku selamanya,” tegas mantan ketua DPRD Surabaya itu.
Lalu, bagaimana dengan wali murid non-MBR yang sudah telanjur beli kain seragam dengan harga tidak wajar itu? Armudji membuka pintu pengaduan bagi warga yang tidak berkenan dengan harga tersebut.
Namun, jika warga tidak mempermasalahkan hal tersebut, uangnya harus diikhlaskan. ”Kalau non-MBR, teknis pengembaliannya sulit. Kami pastikan mereka ini yang terakhir beli di koperasi sekolah. Selanjutnya tidak boleh,” lanjut politikus PDIP itu. (Salman Muhiddin)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: