Kebakaran Lapas, soal Kunci Sel
Dikutip dari Office of Justice Programs (OJP), Departemen Keadilan Amerika Serikat (AS), di penjara di AS pun, tidak ada simulasi kebakaran untuk napi.
Hasil riset OJP pada 2010, dari 54 penjara di satu negara bagian AS (tidak disebut nama) bahwa 61 persen penjara tidak punya jalan keluar kedua. Artinya, seperti kompleks perumahan kluster, satu pintu gerbang.
Penjara dengan satu pintu, mengantisipasi kemungkinan napi kabur. Pemerintah lebih fokus meminimalkan napi kabur daripada memikirkan kemungkinan terjadi kebakaran.
Bahkan, dari penjara yang diriset, 28 persen tidak punya sistem deteksi alarm api dan asap. Juga, 41 persen tidak pernah latihan kebakaran. Baik bagi penjaga, apalagi napi. Seandainya kebakaran, ya... nasib sial napi.
Namun, sejak sekitar lima tahun lalu, mayoritas penjara di AS sudah dilengkapi smoke detector. Yang nempel di banyak plafon. Punya sensor, jika ada asap dalam volume tertentu, segel akan pecah otomatis. Lalu, air memancar berputar sampai persediaan air di tandon habis.
Di Indonesia, smoke detector hanya ada di hotel-hotel dan kantor-kantor. Bukan untuk penjara.
Setelah kebakaran Lapas Tangerang, Kanwil Kemenkum HAM Bali meminta, instalasi listrik di lapas dan rumah tahanan (rutan) di Bali dicek.
Kakanwil Kemenkum HAM Bali Jamaruli Manihuruk dalam keterangan video, Rabu (8/9), mengatakan, "Kami sudah mengingatkan soal listrik. Terutama lapas yang overload, perlu antisipasi."
Tidak tertinggal, Kalapas Banyuwangi, Wahyu Indarto langsung memeriksa ke blok-blok hunian kemarin. Satu per satu instalasi listrik dicek. Beberapa kabel usang pun diganti.
Wahyu kepada napi mengatakan: "Jika ada kabel yang rusak atau mengalami korsleting, segera hubungi petugas, ya..."
Kontan, napi yang diberitahu manthuk-manthuk. Entah, apakah berarti siap, ataukah ia ngeri membayangkan kebakaran.
Tapi, beginilah hebatnya pegawai Indonesia. Jika ada suatu peristiwa, baru cepat tanggap. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: