Rodex Sutorejo Akui Kesalahan, Stop Pendaftaran Vaksinasi Gotong Royong Berbayar

Rodex Sutorejo Akui Kesalahan, Stop Pendaftaran Vaksinasi Gotong Royong Berbayar

TRAVEL Agency Rodex Sutorejo harus berurusan dengan Satpol PP Surabaya dan Dinas Kesehatan Jatim. Iklan pendaftaran vaksinasi gotong royong (VGR) yang mereka luncurkan di Instagram memunculkan polemik. Hansen, Owner Rodex Sutorejo langsung mengklarifikasi hal tersebut kemarin (9/9).

Hansen menemui perwakilan Dinkes Jatim di Klinik Surabaya Industrial Estate Rungkut (SIER) kemarin (9/9) pagi. Pertemuan digelar di sana karena peserta yang mendaftar melalui Rodex menjalani imunisasi di SIER. “Sudah kami hentikan layanan itu. Yang di Instagram juga sudah kami hapus,” kata Hansen.

Hansen mengatakan, pihaknya tidak berniat mengeruk keuntungan dari program vaksin gotong royong tersebut. Pendaftaran vaksin yang diiklankan untuk menarik minat klien yang ingin traveling.

Vaksin menjadi syarat naik pesawat. Rodex berinisiatif untuk menjembatani vaksinasi tersebut agar usaha travelnya bisa bertahan di tengah pandemi.

Banyak orang yang belum mendapat jatah vaksin karena berbagai alasan. Ada yang khawatir tertular Covid-19 karena antrean vaksinasi umum relatif panjang. Sehingga mereka lebih memilih membayar vaksinasi agar tidak berkerumun.

Rupaya langkah yang dilakukan Rodex keliru. Mereka dianggap melanggar aturan Menteri Kesehatan. Dan Hansen tidak sadar akan hal itu. “Enggak ada niat jahat atau cari keuntungan dari vaksin. Semuanya miskomunikasi,” katanya.

Peserta yang akan disuntik VGR tidak dipungut biaya. Yang menanggung ongkosnya adalah perusahaan atau lembaga yang menaungi penerima vaksin. Perusahaan seperti Rodex bisa ikut program VGR itu. Namun pesertanya tidak boleh berasal dari luar perusahaannya.

Hansen mengatakan, klien yang mendaftar di Rodex Sutorejo tidak dimasukkan ke data karyawan Rodex. Mereka didaftarkan atas nama perusahaan mereka masing-masing. Jadi, ia menepis tudingan bahwa Rodex memalsukan data karyawan untuk bisa memasukkan kliennya sebagai peserta VGR.

Rupaya cara yang dilakukan Hansen juga melanggar ketentuan. Perusahaan tidak boleh mendaftarkan karyawan dari perusahaan lain. Perusahaan harus mengakses VGR secara mandiri melalui fasilitas kesehatan yang sudah mendapatkan izin Dinkes kabupaten/kota.

PENGUNJUNG men-scan QR Code di pintu Klinik SIER.  Foto: Eko Suswantoro-Harian Disway.

Masalah lainnya adalah harga. Rodex memberlakukan ongkos administrasi untuk pengurusan vaksin. Sehingga jumlah ongkos yang dibayarkan mencapai Rp 751.600. Atau Rp 701.600. Sementara harga tertinggi yang dipatok Kemenkes adalah Rp 613.788.

Hansen mengatakan, biaya itu dibebankan untuk pembelian meterai dan ongkos karyawan yang harus bolak-balik mengurus berkas tersebut. Dan klien tidak keberatan. Namun bagaimanapun juga caranya tetap melanggar aturan.

Hansen meminta maaf atas kegaduhan yang timbul karena iklan yang telanjur menyebar itu. Setelah tahu aturan mainnya, ia langsung menghentikan pendaftaran VGR tersebut.

Kepala Klinik SIER dr Venda Ratih Sagita mengatakan, ada banyak perusahaan yang mendaftarkan karyawannya ke Klinik SIER. Dia tidak tahu bahwa peserta yang didaftarkan Rodex Sutorejo bukan karyawan mereka. “Tugas kami menyuntik. Kalau ada yang datang, kami layani. Tidak tahu kalau ada masalah seperti ini,” ujar dokter yang baru setahun bekerja di klinik itu.

Venda sudah bertemu dengan Hansen. Mereka sepakat bahwa tidak akan ada lagi peserta yang didaftarkan melalui Rodex Sutorejo.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: