Serial Dimaz Muharri (25): Jebakan Batman
Lega hati Dimaz Muharri setelah berpamitan secara langsung kepada Christopher Tanuwidjaja, bos CLS Knights. Selanjutnya ia tinggal mengurus secara administratif dengan General Manager CLS Knights Ferry. Justru di sini polemik berawal.
---
SETELAH bertemu empat mata dengan Itop–Christopher Tanuwidjaja– di Grand Indonesia, Jakarta, Dimaz langsung pulang ke Surabaya. Ia tidak tahu pasti bagaimana perasaan Itop saat dipamiti. Itop banyak diam saat Dimaz menyampaikan bahwa dirinya mundur dari CLS.
Menurut Dimaz, Itop sama sekali tidak mencegahnya untuk mundur. Oleh karena itu, Dimaz mengartikan Itop tidak keberatan dengan keputusan yang ia ambil. "Saya langsung pulang dan bilang ke istri bahwa urusan sudah beres," kata pebasket kelahiran 17 September 1985 itu.
Berikutnya, Dimaz menemui Ferry, GM CLS Knights. Namanya memang satu kata: Ferry. Tapi, beberapa media menuliskan namanya Ferry Humardani. Kemungkinan Ferry adalah saudara Sherly Humardani, mantan pemain timnas basket putri yang juga istri Itop. Ferry 10 tahun lebih tua daripada Dimaz.
Saat niatnya mundur disampaikan, Ferry minta Dimaz untuk berpikir ulang. Namun keputusan Dimaz sudah bulat. Ia ingin pensiun demi keluarga. Dua kali kehamilan istrinya, Selvia Wetty, kandas. Peristiwa kedua sampai membuat istrinya terguncang. Sedih berkepanjangan.
Dimaz sadar bila ia meneruskan karir sebagai pemain basket, peristiwa keguguran yang dialami sang istri bisa terulang kembali. Apalagi Via–sapaan Selvia Wetty– termasuk penakut. Dia tidak berani tinggal sendirian. Bila ditinggal Dimaz ke luar kota, Via bisa berada di dalam kamar seharian. Semua lampu dinyalakan. Tidak keluar rumah sama sekali. Bahkan sampai tidak makan.
AKTIVITAS Dimaz Muharri setelah mundur dari CLS Knights. Ia menjadi pelatih di DBL Academy. (Foto: DBL Academy)
Ferry kemudian menyampaikan ada kewajiban finansial yang harus ditanggung Dimaz. Pertama, Dimaz harus mengembalikan semua uang kontrak yang telah diterima. NIlainya Rp 60 juta. Untuk poin pertama ini Dimaz tidak keberatan. Dia paham bahwa kontrak yang ia tanda tangani sejak 6 Februari 2015 itu berlaku sampai 2017. Dia belum genap setahun menjalani kontrak itu.
Kedua, Dimaz juga harus mengembalikan gaji yang pernah diterima. Gaji dari Agustus sampai Desember. Totalnya Rp 32 juta. "Yang ini saya kecewa sekali. Kalau mengembalikan uang kontrak saya tidak masalah. Tapi ini gaji dari keringat saya disuruh mengembalikan juga," kata Dimaz.
Dimaz juga harus melunasi utangnya ke CLS. Saat menjadi pemain, Dimaz memang pernah berutang Rp 56 juta. Untuk poin ini, Dimaz juga tidak keberatan. Itu memang kewajiban yang harus diselesaikan.
Tiga item itu nilai totalnya Rp 148 juta. Dimaz diberi deadline seminggu untuk membayar. Bila terlambat akan dikenakan bunga 5 persen per bulan. Dimaz sudah sangat kecewa. Ia juga sudah malas berdebat dengan Ferry. CLS Knights yang selama ini ia anggap sebagai keluarga sudah membuat hatinya terluka.
Deadline untuk membayar itu semua 11 Desember 2015. Berarti tidak sampai seminggu. Dalam lima hari Dimaz harus mendapatkan uang Rp 148 juta. "Saat itu saya tidak punya uang sebanyak itu," kata mantan point guard CLS Knights itu.
Dimaz terpaksa cari pinjaman ke beberapa orang. Akhirnya, ia mendapat pinjaman dari kakaknya dan tantenya. "Itu H-1 saya baru dapat uang. Saya bayar lunas Rp 148 juta," kata Dimaz.
Selesai? Belum. Dimaz kemudian diminta menandatangani empat surat. Surat pertama adalah surat pemutusan kontrak kerja. Kemudian tiga surat lainnya berjudul Surat Pengakuan Utang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: