Pemerintah Alihkan Saham PNM dan Pegadaian ke BRI

Pemerintah Alihkan Saham PNM dan Pegadaian ke BRI

PEMERINTAH akhirnya membentuk Holding Ultra-Mikro BUMN. Peresmian ini ditandai oleh penandatanganan perjanjian pengalihan saham PT Pegadaian (Persero) dan PT Permodalan Nasional Madani (PNM) senilai Rp 54,7 triliun. Saham tersebut digabungkan ke PT. Bank Rakyat Indonesia.

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengatakan, pembentukan holding ini untuk memberikan porsi pembiayaan usaha sektor ultra mikro sampai 30 persen di tahun 2024. Saat pandemi, banyak usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang terdampak. Begitu juga dengan usaha ultra mikro. Berbeda ketika tahun 1998, yang terjadi krisis finansial.

”Saat ada kesempatan ke lapangan saya lihat PNM BRI impact-nya luar biasa. Keseimbangan ekonomi harus terjaga.  Enggak bisa BUMN yang untung. UMKM pailit. Nah keseimbangan ini jadi yang utama untuk holding ultra-mikro,” kata Erick.

Sebenarnya langkah holding ultra-mikro sudah dimulai BRI. Yakni dengan mengurangi porsi pembiayaan sektor korporasi. Awalnya 40 persen, saat ini tinggal 18 persen. Serta mulai memperbesar porsi pembiayaan untuk sektor UMKM.

Erick berharap penggabungan BRI, PNM, dan Pegadaian bisa lebih berpihak pada UMKM. Sehingga bunga juga lebih murah. Alhasil UMKM bisa bergairah lagi dalam berusaha.

Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menjelaskan, pengalihan saham tersebut sudah tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 73 Tahun 2021. Ia berharap agar pembentukan holding ini bisa segera diintegrasikan oleh manajemen ketiga perusahaan.

Salah satunya dengan cara pemanfaatan jaringan bersama 58 unit kerja BRI. Serta dengan target sebanyak 100 unit kerja pada tahun 2021. Selain itu, ia berharap agar holding ini benar-benar menjadi jalan agar porsi pembiayaan usaha sektor ultra-mikro bisa mencapai target.
”Kita berharap holding ini dengan seluruh usahanya menjadi salah satu tonggak dari stabilitas sistem keuangan," ujarnya.

Pengamat Ekonomi Indef Ariyo DP Irhamna mengatakan, pemerintah tidak bisa menyamakan usaha berskala besar dan ultra-mikro. Tujuan dari keduanya berbeda. Usaha berskala besar tentunya untuk mendapat keuntungan sebanyak-banyaknya. Sedangkan ultra-mikro, sekadar memenuhi kebutuhan hidup pelaku usaha.

Bagi Ariyo, sistem perbankan yang dipakai dirasa tidak cocok untuk ultra-mikro. Namun sistem itu akan cocok jika digunakan untuk usaha kecil dan menengah. Ia menyarankan, untuk menolong usaha ultra-mikro, pemerintah bisa memberikan subsidi usaha. ”Seperti gerobak atau semacamnya. Karakteristiknya beda lho,” katanya.

Ariyo juga meminta agar pemerintah membedakan pembiayaan untuk tingkatan usaha. Sebab mereka tidak bisa dipukul rata. ”Saya rasa baru tahun depan bisa terlihat kinerja holding ini. Kalau tahun ini belum bisa terlihat,” katanya. (Andre Bakhtiar)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: