PTM tetap Harus Dipadukan Daring

PTM tetap Harus Dipadukan Daring

POLA interaksi masyarakat berubah gara-gara pandemi. Itu juga terjadi di dunia pendidikan. Semua sekolah menerapkan pembelajaran daring. Nyaris dua tahun.

Kini Covid-19 dianggap mulai melandai. Pasca serangan gelombang dua pada Juli-Agustus lalu. Ada 36 kabupaten/kota di Jawa Timur yang sudah menerapkan pembelajaran tatap muka (PTM). Tentu dilakukan secara terbatas dan bertahap. Namun, tetap saja muncul polemik. Masih ada yang tidak setuju.

Anggota Dewan Pendidikan Jatim M. Isa Ansori mengatakan, masih ada sekitar 7 persen orang tua yang tidak memberi izin anaknya untuk PTM. Sisanya, 93 persen sudah diizinkan kembali ke sekolah.

Sebab, banyak orang tua merasa terbebani saat anaknya harus belajar di rumah. Banyak terjadi kegaduhan di rumah. Orang tua tidak sanggup mengasuh pembelajaran anak-anaknya. “Begitu PTM dibuka, orang tua bahagia. Mereka tidak lagi dibebani,” jelasnya di acara Talk Show PTM vs Daring di Podcafe, kemarin (16/9).

Menurutnya, sikap tersebut bakal tidak adaptif lagi. Sebab, pendidikan ke depan bakal berlangsung berlangsung dengan memadukan dua pola: PTM dan daring. Keduanya saling melengkapi dan komplementer.

PTM diterapkan cukup satu-dua kali dalam seminggu. Sisanya, pembelajaran daring. Sehingga, orang tua pun punya porsi yang sama untuk mendidik anaknya. Tidak hanya guru.

Perpaduan dua pola itu bisa menyadarkan tentang esensi pendidikan. Bahwa pendidikan tidak hanya soal transfer pengetahuan saja. Tetapi juga transfer attitude. ”Ketemu guru cuma untuk konsultasi dan diskusi saja,” terang Sekretaris Lembaga Perlindungan Anak Jatim itu.

Ketua PGRI Jatim Teguh Sumarno pun sependapat. Pendidikan dan pandemi bukanlah hal yang kontradiktif. Artinya, pendidikan harus terus berlangsung dalam situasi apa pun. Harus siap dengan pola pendidikan yang baru.

Ia pun mengapresiasi pembelajaran di SMA Muhammadiyah 10 Surabaya. Pola tatap muka dan daring sudah diterapkan sejak sebelum pandemi. Jadi, kata Teguh, perpaduan kedua pola tersebut bukanlah sesuatu yang baru.

”Tidak hanya satu pola saja. Kredibilitas orang tua juga ikut berperan memengaruhi pendidikan terhadap anak-anaknya. Karena pendidikan juga tentang transfer nilai,” ujarnya. Nilai itu lah yang bisa membantu anak-anak menghadapi zaman. Apalagi di zaman yang serba digital seperti sekarang ini. (Mohamad Nur Khotib)

 

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: