Neraca Perdagangan Jatim Defisit

Neraca Perdagangan Jatim Defisit

EKSPOR komoditas Jawa Timur naik pada Agustus 2021. Pada periode year-on-year (y-on-y) naik 37,97 persen atau setara USD 1,98 miliar. Angka komoditas nonmigas mendominasi. Angkanya naik 18,8 persen dibanding Juli lalu. Yakni sebesar USD 1,93 miliar.

Kepala Bidang Hubungan Internasional dan Perdagangan Disperindag Jatim Edi Wiyono menjelaskan, ekspor nonmigas Jatim naik terutama pada sektor pertanian dan industri. ”Memang ada kenaikan pada dua sektor itu,” terangnya kemarin.

Yang paling banyak, komoditas lemak dan minyak hewani/nabati sebanyak 231,39 ribu ton. Kedua, komoditas kayu atau barang dari kayu sebanyak 147,22 ribu ton. Yang paling sedikit hanya perhiasan dan permata yakni 0,15 ribu ton.

Namun, kenaikan itu tak mampu diimbangi oleh sektor migas. Jauh merosot sampai 13,57 persen atau sekitar USD 8 miliar. Nilai itu lebih besar ketimbang surplus pada sektor migas. Akibatnya neraca perdagangan Jatim pun defisit.

Sementara, selisih nilai perdagangan pada sektor migas mengalami defisit sebesar USD 440,54 juta. Dan selisih nilai perdagangan sektor nonmigas surplus sebesar USD 79,96 juta.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Jatim Dadang Hardiwan mengatakan, neraca perdagangan Jatim selama Januari-Agustus 20221 mengalami defisit USD 2,60 miliar. Selisih nilai perdagangan ekspor-impor sektor migas dan nonmigas sama-sama defisit. ”Secara akumulatif, sektor migas defisit USD 2,53 miliar. Dan sektor no migas defisit sebesar USD 74,50 juta,” paparnya.

Menurutnya, kondisi itu harus segera diperbaiki. Agar neraca perdagangan Jatim bisa surplus pada periode berikutnya. ”Terutama perlu mengurangi angka defisit sektor migas,” jelas Dadang.

Ketua Kamar Dagang dan Industri Jatim Adik Dwi Putranto mengatakan, defisit sektor migas itu dipengaruhi oleh keadaan pasar internasional. Sebab, negara-negara tujuan masih fokus menghadapi pandemi. ”Kalau produksinya lancar karena itu merupakan sektor kritikal. Tapi mungkin situasi negara tujuan itu yang tidak memungkinkan. Itu yang kadang-kadang menjadi gangguan,” jelasnya.

Lain dengan sektor nonmigas. Negara-negara tujuannya berbeda. Banyak yang sudah tidak dipusingkan oleh pandemi. Terutama negara-negara di Eropa. ”Kalau yang migas ini kebanyakan ke Afrika kan. Karena untuk kebutuhan energi di sana cukup tinggi,” ungkap Adik. (Mohamad Nur Khotib)

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: