Dana Abu-Abu

Dana Abu-Abu

Saya pun sempat mengikuti rangkaian diskusinya. Intinya, para anggota DPR  harus membuat laporan terbuka di setiap kegiatannya. Setiap unit internal DPR seperti fraksi dan komisi juga begitu. Namun, itu rupanya seperti menegakkan benang basah. DPR tetap belum mampu membangun citranya

Dalam perkembangannya, sejumlah kasus korupsi yang melibatkan anggota dewan justru makin berkembang. Bahkan, muncul istilah dana reses dan dana aspirasi yang kini kembali diangkat KD ke publik. Memang sejak awal dana aspirasi muncul pada 2014 sudah diprotes publik. Namun, DPR yang mengetok palu putusan tetap jalan. Dan tak terbendung.

KRISDAYANTI bersama anggota FPDIP DPR Utut Adianto (kiri) dan fungsionaris PDIP Bambang Wuryanto.
(Foto: Instagram @krisdayantilemos)

Padahal, masih banyak pintu lain bagi para anggota DPR untuk mengumpulkan pundi-pundi yang legal. Misalnya, setiap berkunjung ke daerah dan luar negeri. Uang harian kunjungan ke daerah tingkat 1 (provinsi) mencapai Rp 5 juta plus uang representasi Rp 4 juta. Sedangkan untuk kunjungan ke daerah tingkat II (kabupaten), mereka mengantongi uang saku Rp 4 juta dan uang representasi Rp 3 juta. Cukup banyak pintu pemasukannya. Belum lagi gaji dan tunjangan yang dibeber KD itu.

Ibarat pepatah, banyak jalan menuju Roma. Bagi DPR, banyak jalan mengumpulkan pundi-pundi. Tapi, mengapa masih banyak yang korupsi, ya? (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: