Petisi Bubarkan BNPT, Mengapa?

Petisi Bubarkan BNPT, Mengapa?

”Bubarkan BNPT”. Begitulah bunyi petisi yang kini diseriusi Kepala BNPT Komjen Boy Rafli Amar. ”Itu bikinan teroris,” ujarnya kepada pers Jumat (17/9). ”Negara tidak boleh kalah lawan teroris.”

Harian Disway - TAPI, itulah kritik. Dibolehkan. Tak kurang, Presiden Jokowi pun menyatakan, Indonesia terbuka untuk kritik.

Asal, jangan menghina. Jangan tanpa tata krama. Jangan juga tanpa solusi.

Petisi itu dipublikasi di Change.org pada 11 September 2021. Oleh eks napiter (mantan narapidana terorisme). Sampai Minggu (19/9) ditandatangani (dukung) 51 user. Dari target 100. Artinya, kurang didukung publik.

Walaupun, disampaikan secara tidak menghina. Juga, bukan bentuk makian. Tulisan aslinya cukup panjang. Intinya ada dua:

1) Kinerja BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) lemah. Buktinya, napiter tidak dibina. Sehingga napiter cenderung balik ke perilaku lama.

2) Mestinya eks napiter disejahterakan. Gampangnya, berilah uang cukup untuk eks napiter dan keluarga mereka. Dari BNPT yang dibiayai pemerintah. Agar eks napiter tidak terjerumus lagi ke kelompok radikalisme yang kuat secara pendanaan.

Menanggapi itu, Komjen Boy menjelaskan, soal anggaran tambahan yang diusulkan BNPT belum dikabulkan Kementerian Keuangan. Malah, anggaran BNPT terpotong untuk mendukung penanggulangan Covid-19.

Komjen Boy: "Tahun 2021 saja anggaran yang ada sudah terpotong tiga kali untuk itu. Info di atas umumnya misinformasi."

Program deradikalisasi oleh BNPT terus berjalan. Lebih dari 800 eks napiter sudah menjalani program deradikalisasi BNPT.

"Berbagai program dengan pendekatan kesejahteraan kepada eks napiter sudah dilaksanakan. Sudah lebih 800 eks napiter yang mengikuti program itu," kata Boy. "Kalau mereka menyoal itu, mereka memang menghendaki BNPT tidak ada."

Terorisme penyakit internasional. Di 40 tahun terakhir. Disebut penyakit karena mereka membunuh orang. Sedangkan Indonesia ketularan.

Amerika Serikat (AS) paling dimusuhi teroris. Uniknya, ilmuwan AS memandang problem itu secara rasional.

”Melawan terorisme dengan kekerasan adalah omong kosong belaka,” tulis Dr Marc Sageman. Dalam bukunya, Turning to Political Violence: The Emergence of Terrorism (University of Pennsylvania Press, 2017).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: