Review Film Top Gun: Maverick, Film Paling Klise yang Nyaris Sempurna
ADEGAN di dalam kokpit jet tempur minim CGI yang memberikan pengalaman sinematik luar biasa. Top Gun: Maverick paling pas ditonton di layar IMAX. -Paramount Pictures Studios-
Oleh:
Awik Latu Lisan
penikmat film, member Group Hobby Nonton
PADA 1986, Top Gun muncul menjadi film blockbuster. Bermodal USD 15 juta, ia menghasilkan pundi-pundi sebesar USD 385 juta. Tak hanya bikin studio kaya raya, film itu juga menempatkan nama Tom Cruise dalam jajaran aktor top Hollywood.
Nah, Maverick meneruskan cerita karier Kapten Pete ’’Maverick’’ Mitchell yang diperankan kembali oleh Tom Cruise. Maverick masih setia menjadi pilot uji pesawat mata-mata. Tak mau naik pangkat. Di tengah kondisi saat peran pilot dengan mudah digantikan oleh pesawat tak berawak alias drone.
Di tengah pekerjaan yang masa depannya tak menentu, Maverick mendapat panggilan tugas untuk menjadi instruktur Top Gun. Menyiapkan sekumpulan pilot terbaik di Angkatan Laut Amerika untuk menyelesaikan misi yang sangat sulit.
Joseph Kosinski didapuk menjadi sutradara Maverick. Lantaran Tony Scott, sutradara Top Gun meninggal pada 2012 lalu. Scott dan produser Jerry Bruckheimer awalnya merancang Top Gun sebagai sebuah remake. Bahkan cast dan naskahnya dirancang dengan matang. Namun, sepeninggal Scott, remake Top Gun ini terbengkalai. Hingga akhirnya diambil alih oleh Tom Cruise sendiri pada 2020. Dan disulap menjadi sekuel.
Maverick mendapat ulasan bagus dari para kritikus. Rating IMDb di pekan pertamanya bahkan mencapai 8,7. Termasuk tinggi untuk sebuah film hore-hore. Dari sisi box office, ia berhasil mengumpulkan USD 321 (setara Rp 4,65 triliiun) dari seluruh dunia hanya dalam lima hari tayang! Apa sih yang membuat Maverick sangat dicintai oleh para penontonnya?
PESONA TOM CRUISE yang tidak memudar meski hampir berusia enam dekade masih menjadi daya tarik utama Top Gun: Maverick.-Scott Garfield-Variety
Opening Keren
Saya benar-benar kehabisan tiket dalam tiga hari pertama penayangan Maverick di bioskop. Saya baru berhasil mendapatkan tiket di hari keenam dengan kursi paling nyaman: deretan H. Dua hal yang saya siapkan di jauh-jauh hari adalah menonton kembali Top Gun. Dan yang paling penting: tidak menonton trailer dan berbagai review di media massa.
Beruntung, studio yang saya tempati memiliki sound berkualitas Dolby Atmos. Dan benar, saya mendapati kemegahan dan kualitas suara yang semakin menegaskan bahwa Hans Zimmer layak dinobatkan sebagai Master of Score. Zimmer tak sendiri. Ia bekerjasama dengan skoring spesialis film aksi Lorne Balfe, Lady Gaga, dan penata score Top Gun, Harold Faltemeyer.
Sepanjang film kita disuguhi score yang luar biasa. Berempat, mereka menciptakan deretan soundtrack yang memadukan kekuatan film aksi dengan composing megah nan klasik gaya Zimmer. Dipadu alunan romantisme film pertama yang khas 80an. Hasilnya… Ugh! Opening sound-nya sungguh epik. Simpel, tapi ngena.
Klise dan Tom Cruise
Kekuatan film ini, salah satunya, adalah Tom Cruise. Ia memang telah menua. Tapi sesungguhnya ia masih menapaki masa keemasan. Ia merebut hati banyak orang karena kegigihannya melewati semua hal yang membuat karier aktor tua hancur.
Kehidupan pribadinya terbilang jauh dari kontroversi (selain Scientology), keramahannya di dunia nyata, kemampuan fisik dan stunt-nya luar biasa. Dan yang jelas, Tom Cruise masih sedap dipandang. Boleh dibilang, ia belum tampak menua. Masih segahar Keanu Reeves. Well, Reeves hanya lebih muda dua tahun, sih.
Tom Cruise merupakan salah seorang aktor dan sekaligus produser paling ambisius akhir-akhir ini. Kemampuannya semakin bertambah dan seperti tidak ada habisnya. Bahkan sebelum Maverick dirilis, sudah beredar teaser resmi Mission: Imposible 7. Tom Cruise juga gila. Bukan kegilaanya yang selalu aktif membuat film lagi dan lagi. Tapi kegilaannya untuk tampil otentik dengan tantangan dan visual yang asli tanpa CGI. Dia seperti Jackie Chan-nya Hollywood.
Menempatkan semua pemain dalam sekelompok jet F-18 dan kemudian berakting di dalam kokpit jet dan memfilmkannya, sepertinya bukan hanya otentik. Tapi juga gila. Bahkan membuat pesawat-pesawat asli itu berseliweran ke sana kemari hanya untuk menemukan sudut dan visual yang tepat juga membuat tim produksi terdengar segila Cruise.
Akrobat udara asli ini di layar benar-benar mempermalukan CGI dengan telak. Dan bagi penggemar Marvel di mana pun, saya sampaikan bahwa, inilah sebenarnya yang dinamakan ’’pengalaman sinematik’’.
PENGALAMAN SINEMATIK kita rasakan ketika melihat pertempuran pesawat jet di angkasa tanpa efek CGI.-Paramount Pictures Studios-
Untuk urusan naskah, jujur, ini adalah film klise terbaik sepanjang masa. Selain formula plotnya mirip sekali dengan film pertamanya. Hampir semua adegan yang ada di Maverick seakan-akan disusun dari buku manual cara menulis dialog yang bagus versi Hollywood.
Anda akan mendapati kisah romantis yang berakhir indah. Tokoh utama yang suka membangkang dan diremehkan, kemudian membuktikan kemampuannya. Bos yang jahat, pesta bir yang menyenangkan, dan masih banyak lagi. Plotnya menjadi mudah sekali ditebak. Dan hasil akhirnya juga pasti berakhir seperti itu juga.
Sepertinya Maverick justru malah percaya diri, dan tak malu memakai formula klise semacam ini. Lucunya, semua penonton justru menikmatinya. Bahkan bisa dibilang untuk soal komedinya saja khas guyonan bapak-bapak yang awkward. Usang, tapi tetap renyah ditertawakan.
Pada akhirnya Top Gun: Maverick menyadarkan saya. Bahwa membuat film sekuel yang bagus tak melulu harus memunculkan ide baru. Tapi setia dengan plot dan formula dari film pertamanya saja sebenarnya sudah cukup.
Saya teringat bagaimana sekuel Star Wars atau Jurassic World menjadi franchise baru dengan membuat plot yang 11-12 dengan pendahulunya justru tak memikat lagi. Sepertinya mereka sudah berhasil, tapi ternyata tidak.
Saya rasa ini karena efek CGI. CGI memang bisa membuat hampir semua visual yang mustahil dalam kamera. Tapi nyatanya itu tidak berdampak secara emosional. Bahkan secara visual mudah dilupakan begitu saja. Saat kita menonton memang luar biasa. Tapi saat pulang tiba-tiba saja terlupakan. Tidak membekas sama sekali.
Saya rasa ini momentum yang tepat untuk teman-teman penikmat film untuk kembali ke bioskop lagi. Jika Anda berusia 30an, Anda akan mendapati romatisme film khas era 90an. Dan jika kalian lebih muda dari itu, ini bakal menjadi pengalaman sinematik yang berbeda. Anda akan setuju saat kalian mendapati wajah ketegangan Miles Teller di kokpit pesawat hingga hampir pingsan. Di situlah mungkin anda akan menemukan pengalamannnya. (Retna Christa-*)
BAHKAN kisah cinta klise antara Tom Cruise dengan Jennifer Connely bisa dinikmati dengan asyik.-Paramount Pictures Studios-
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: