Khawatirkan Evergrande Ulang Lehman Brothers

Khawatirkan Evergrande Ulang Lehman Brothers

PASAR keuangan global diguncang kemungkinan gagal bayar bunga utang raksasa properti Tiongkok, Evergrande. Jatuh temponya akhir pekan ini. Nilainya mencapai USD 100 juta atau sekitar Rp 1,4 triliun. Hingga beberapa hari menjelang jatuh tempo, manajemen belum memberi konfirmasi kepada investor dan publik.  

Karena itu, pasar pun panik. Dan itu cukup beralasan. Sebab, bunga jatuh tempo itu tergolong kecil dibandingkan utangnya yang mencapai USD 300 miliar atau sekitar Rp 4.260 triliun. Para pelaku pasar khawatir Evergrande akan mengulang bangkrutnya raksasa keuangan asal Amerika Serikat 2008 lalu, Lehman Brothers.

Tanda-tanda itu memang tampak di pasar global. Senin lalu –kemarin libur– saham Evergrande anjlok hingga 10 persen di Hong Kong. Dengan penurunan itu, saham emiten properti itu telah jatuh 85 persen sepanjang 2021 ke 2,28 dolar Hong Kong. Jauh di bawah harga IPO HKD 3,5.

Itu juga membuat indeks Hang Seng jatuh 3,3 persen. Ini sebagai multiplier effect kejatuhan Evergrande. Saham-saham bank Tiongkok, perusahaan asuransi, dan saham-saham real estate ikut terseret. Sektor properti terdampak paling dalam. Indeks properti anjlok hingga 6,7 persen menyentuh level terendah sejak 2016.

Evergrande sudah menyeret perusahaan properti lain, Country Garden. Harga sahamnya terkoreksi 6 persen. Begitu juga Hong Kong New World Development dan Chinese Estates Holdings yang terkoreksi 12,3 persen dan 8,5 persen. Aksi jual saham juga menyeret perusahaan asuransi Tiongkok Ping An Insurance.

PERSONEL keamanan menjaga markas Evergrande di Shenzhen, Senin (20/9/2021). (Foto: CNN)

Pantas bahwa potensi default-nya pembayaran bunga utang itu membuat pelaku pasar modal dan pasar uang panik. Sebab, Evergrande adalah salah satu perusahaan real estate terbesar di Tiongkok. Bahkan, Evergrande masuk dalam Global 500, yaitu 500 perusahaan beromzet terbesar di dunia. Perusahaan ini memiliki karyawan sekitar 200 ribu dan pekerja tidak langsung mencapai 3,8 juta orang.

Perusahaan yang didirikan miliarder Tiongkok Xu Jiayin ini mengerjakan ribuan proyek di ratusan kota di Tiongkok. Sebagaimana konglomerat lain, Evergrande memiliki ambisi besar, sehingga juga masuk ke berbagai sektor ekonomi.  Kendaraan listrik, makanan minuman, susu, mal, hotel, dan bahkan taman hiburan. Salah satunya di Evergrande Fairyland dengan proyek prestisiusnya, Ocean Flower Island di Hainan, provinsi yang disebut sebagai Hawaii China.

Seperti Lehman Brothers, ancaman kebangkrutan Evergrande ini juga dipicu oleh keserakahan. Optimisme berlebihan terhadap ekonomi Tiongkok dan ekonomi global membuat mereka terus berinvestasi. Pembiayaannya dari utang hingga mencapai USD 300 miliar. Lebih dari Rp 4.200 triliun.  

Dalam kasus Lehman Brothers, krisis keuangan juga diawali oleh optimisme berlebihan terhadap kredit rumah (KPR). Tahun 2001, saat ekonomi AS diyakini membaik, The Fed menurunkan bunga kredit hingga tinggal 1 persen. Bunga kredit pun ikut murah. Di sinilah Lehman Brothers melihat ada peluang untung besar dari KPR.

Tak tanggung-tanggung, mereka ikut masuk pada kredit untuk pekerja berpenghasilan rendah –subprime mortgage. Dengan bunga yang rendah dan ekonomi AS yang baik, pendapatan mereka diyakini akan terus naik tiap tahun. Kredit pun dilepas besar-besaran, meski dananya juga diperoleh dari utang.

Lehman Brothers pun dibutakan oleh keuntungan. Dengan risiko gagal bayar yang tinggi, Lehman Brothers bisa memperoleh bunga yang tinggi. Itu berarti keuntungan besar. Bahkan, jika kreditnya macet pun, mereka diuntungkan. Rumah akan disita dan menjadi milik Lehman Brothers. Rumah akan dijual lagi dengan harga yang wajar sehingga memberi keuntungan berlipat.

 Yang terjadi adalah, ekonomi tak sebaik prediksi. The Fed menaikkan tingkat bunganya tahun 2004. Bunga kredit pun naik. Maka, para debitor yang pendapatannya pas-pasan untuk membayar rumah itu mulai banyak yang kesulitan. Banyak rumah disita dan terjadi banjir penawaran rumah. Maka harga properti pun jatuh.

Yang terjadi berikutnya, cicilan besar sementara harga rumah anjlok. Maka, para debitor semakin enggan membayar cicilan. Mereka tak mau membayar utang USD 70 ribu untuk rumah yang harganya tinggal USD 50 ribu. Kredit macet semakin banyak dan terjadi penawaran rumah besar-besaran. Harga kian jatuh.

Ending-nya, Lehman Brothers kesulitan keuangan. Perusahaan yang sudah berusia 158 tahun itu pun bangkrut.  Ini memicu krisis keuangan tahun 2008. Harga saham Lehman Brothers anjlok hingga 93 persen. Pasar modal di berbagai belahan dunia pun panic dan memicu krisis keuangan global.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: