Menukik Turun dengan Sommerroddelbahn

Menukik Turun dengan Sommerroddelbahn

Jam dinding di Oberammergau. Sebuah bisa dihargai 1000 Euro lebih. Mahal. (Siti Baequniyyah untuk Harian Disway)

Pun, boneka-boneka kecil yang memperlihatkan aktivitas warga sebagai petani dan peternak. Tapi jangan tanya harganya. Mahal. Beberapa jam yang bagus dihargai seribu Euro lebih. Jika dikalkulasi dalam Rupiah, sebuah jam bisa berharga sekitar Rp17 juta. Di Indonesia, harga segitu sudah dapat motor matic, kan.

Ada sesi jalan-jalan yang masuk dalam agenda panitia seminar. Dilakukan sehari, dari pagi sampai sore. Bersama panitia dan sesama kawan seminar, aku naik kereta gantung. Di Jerman, kereta gantung disebut "Seilbahn". Cukup mendebarkan karena Seilbahn berjalan di tengah jurang dengan tebing-tebing curam di kanan-kiri. Setelah itu kami lanjut hiking.

Menjelang pulang kembali ke Jugendheim, aku naik roller coaster. Di lereng gunung ada roller coaster-nya lho! Orang Jerman menyebutnya Sommerroddelbahn. Tapi bukan roller coaster yang jalurnya menukik atau berputar menantang gravitasi. Di situ jalurnya terus menurun. Sangat mendebarkan.

Apalagi penumpang harus mengerem keretanya sendiri bila tak ingin meluncur dengan kecepatan tinggi. Tapi bila terus-terusan ngerem, bisa tersenggol kereta di belakang atau membuat antrean jadi panjang. Aku tak terlalu khawatir soal keselamatan. Sistem pengamanannya sangat bagus. Ada safety belt dan sebagainya.

Berjalan-jalan menyusuri lereng hingga puncak Gunung Pürschling. Gunung tertinggi dan terbaik di Oberammergau. Di sudut jalan setapak ada padang rumput yang cukup luas. Asri banget kan. (Siti Baequniyyah untuk Harian Disway)

Paling menarik tentu sesi hiking bersama beberapa kawan dan panitia. Totalnya 12 orang. Berjalan-jalan menyusuri lereng hingga puncak Gunung Pürschling. Gunung tertinggi dan terbaik di Oberammergau. Di sudut jalan setapak aku lihat padang rumput yang cukup luas. Dua ekor kuda sedang makan dengan santainya.

Katanya, di daerah itu banyak peternak kuda. Aku memang tak melihat langsung rumah-rumah peternakan tersebut. Tapi kuda-kuda itu dilepas bebas. Seekor kuda, sepertinya jantan, mengendus-endus kuda betina di sampingnya. Kemudian pergi ke arah belakang dan meringkik.

Suara yang berpadu dengan deras arus sungai yang jernih. Seekor katak hinggap di ranting pohon dan melompat ke air. Menciptakan percikan. Berenang-renang menuju tepi sungai sebelah timur. Di sana, katak betina sudah menunggunya. Alam benar-benar menyuguhkan cinta bagi semua mahluk hidup.

Di Jerman, tak ada pemandangan orang memancing di sungai dengan bebas. Sebab, butuh surat izin. Bahkan ada kursusnya juga! Mungkin pemerintah setempat ingin melindungi kelestarian ikan-ikan di sungai. Barang siapa memancing tanpa memiliki surat izin, bisa ditangkap polisi.

Lereng Pürschling yang cantik dan musim panas yang dingin. Embun sesekali turun. Membuat bayang jalan menjadi samar. Kami berjalan perlahan, terus menyusuri hutan cemara dan bertemu dengan pendaki-pendaki lanjut usia. Pada setapak yang mengecil, rombongan sapi tampak berjalan dari arah berlawanan.

Tanpa dikomando, pendaki sepuh di depanku segera menepikan diri. Kami yang di belakang mengikutinya. Mempersilahkan sapi-sapi itu untuk lewat. Sesekali mereka memakan dedaunan di kanan-kiri jalan. Sehingga jalannya sangat lambat.

Tak ada gembala di situ. Sebab, kami memasuki areal hutan yang memang dikhususkan sebagai peternakan sapi. Jaraknya beberapa meter sebelum puncak Pürschling yang hijau. Memandang kejauhan, rumah-rumah warga tampak kecil.

Hawa dingin pegunungan merasuk ke tubuh. Musim panas yang cerah. Suara gesek sayap serangga hutan menjadi irama alam. Jauh lebih syahdu. Lebih murni ketimbang puluhan sonata yang dibuat Mozart.

Mimpi serupa kabut. Menyeruak menjadi kenyataan. Di tengah asri rimba cemara, kurentangkan tangan. Aku benar-benar berada di surga Oberammergau.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: