Serial Dimaz Muharri (38): Berkaca Kasus Dimaz, Pebasket Rancang Asosiasi

Serial Dimaz Muharri (38): Berkaca Kasus Dimaz, Pebasket Rancang Asosiasi

Polemik Dimaz Muharri dan mantan klubnya, CLS Knights juga menyita perhatian para pebasket tanah air. Kasus yang menimpa Dimaz, bukan mustahil suatu saat nanti bisa menimpa mereka. Para pemain pun sedang merancang membentuk asosiasi.

---

SAAT kasus Dimaz dan CLS Knights menyeruak, para pemain basket tanah air tersadar. Selama ini sebenarnya begitu banyak kejadian pemain dirugikan oleh klub. Namun memang tidak pernah sampai ke pengadilan. Rata-rata bisa dibicarakan baik-baik.

Makanya, mereka kaget setengah mati saat mendengar CLS Knights menggugat Dimaz ke pengadilan. "Sebenarnya kalau saya lihat awalnya soal komunikasi. Kalau komunikasi Dimaz dan CLS tidak buntu mungkin kasus ini tidak perlu terjadi," kata Daniel Timothy Wenas, rekan Dimaz Muharri di Louvre Surabaya.

Daniel memang dekat dengan Dimaz. Bahkan saat Dimaz menerima surat somasi yang pertama, Daniel Wenas ada di samping Dimaz. Waktu itu, tim Louvre sedang berlatih di lapangan DBL Academy di Pakuwon Trade Center (PTC).

Daniel juga berperan atas bergabungnya Dimaz ke Louvre. Pemain kelahiran 8 Agustus 1992 itu punya posisi yang sama dengan Dimaz. Sebagai point guard. Setelah IBL 2020 dihentikan, Daniel Wenas bergabung dengan klub basket Bali United.

Menurut Daniel, saat bermain di IBL bersama Louvre, Dimaz sama sekali tidak terganggu dengan kasus yang sedang dihadapi. Itu karena pemilik Louvre Erick Herlangga langsung menyediakan penasihat hukum untuk Dimaz. "Dimaz diminta fokus ke IBL. Kasusnya diserahkan ke penasihat hukum," katanya.

Kasus Dimaz menjadi pelajarn bagi semua pemain basket profesional. Bahwa ketika menandatangani apapun harus membaca dengan teliti. Tidak hanya soal nominal uang, tetapi yang terpenting harus tahu hak dan kewajiban yang diakibatkan dari tanda tangan tersebut. Daniel mengakui, kadang-kadang pemain tidak terlalu memedulikan isi surat kontrak karena terlalu percaya dengan pihak manajemen klub.

Para pebasket nasional, kata Daniel, saat ini sedang proses membentuk asosiasi pemain. Seperti APPI (Asosiasi Pemain Profesional Indonesia) yang ada di sepak bola. Dengan begitu, saat pemain tengah menghadapi masalah dengan klub maupun pihak lain, ada yang membantu.

Prosesnya sekarang menyiapkan persyaratan-persyaratan yang jumlahnya sangat banyak itu. Salah satunya menyusun AD/ART. Sebanyak 70 pemain dan pelatih sempat bertemu secara virtual untuk membicarakan pembentukan asosiasi ini. "Kami ingin asosiasi ini nantinya diakui dan sah secara hukum," katanya.

Ketua  Umum PP Perbasi Danny Kosasih. (Dokumentasi Prbadi)

Perbasi juga sudah pernah mencoba memediasi Dimaz Muharri dan Managing Partner CLS Knights Christopher Tanuwidjaja. Namun tidak ada titik temu. Perbasi pun tidak mau lagi memediasi mereka. "Kami sudah melakukan bagian kami memediasi mereka berdua, dan sudah buntu putusannya buntu. Jadi menurut saya sudah cukup bagian kami," kata Ketua Umum PP Perbasi Danny Kosasih.

Dalam mediasi 3 Agustus itu, tidak menghasilkan kesepakatan apapun. Kasus tetap bergulir ke pengadilan. Saat ini sudah lima kali persidangan digelar sejak April 2021. Dimaz dan istrinya, Selvia Wetty, tak pernah absen di persidangan.

Ini adalah pengalaman pertama bagi Dimaz berurusan dengan pengadilan. Sebagai sarjana hukum lulusan Ubaya, Dimaz bisa memahami jalannya persidangan.

Polemik Dimaz dan CLS Knights bermula dari mundurnya pemain asal Binjai itu dari CLS Knights pada Desember 2015. Saat itu DImaz terikat kontrak hingga 2017. Dimaz mundur karena ingin fokus pada keluarga. Sang istri, Selvia Wetty, butuh untuk didampingi setelah kehilangan Qaqa Muharri. Bayi itu meninggal di kandungan saat masih berusia delapan bulan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: