Aneh, Bank yang Membagi Warisan

Aneh, Bank yang Membagi Warisan

Masih ingat dengan tragedi jatuhnya pesawat AirAsia QZ8501 pada 2014? Nestapa keluarga korban ternyata belum berhenti.

PESAWAT dengan tipe Airbus A300-200 itu lepas landas di Bandara Juanda, Surabaya, pagi hari jam 05.35 WIB pada 28 Desember 2014. Terlambat 15 menit dari jadwal yang seharusnya. Ada 155 penumpang. Di antaranya 138 orang dewasa, 16 anak-anak, dan 1 bayi. Juga 2 pilot beserta 5 orang kru kabin.

Tujuan terbangnya ke Bandara Changi Singapura. Dijadwalkan tiba di Singapura pada 08.36 waktu setempat. Tepat jam 06.01 pesawat terbang pada ketinggian 32.000 kaki. Namun, pertanda buruk terjadi. Singkat cerita, jam 06.18 pesawat hilang kontak. Akhirnya, jatuh merosot ke laut. Tepatnya di perairan sekitar Pangkalan Bun. 

Kejadian nahas itu menewaskan seluruh penumpang. Di antaranya, pasangan suami-istri Indra Yulianto dan Vinsencia Sri Andrijany. Juga dua anaknya. Keluarga kecil itu berniat merayakan liburan akhir tahun di Singapura. Namun, takdir berkata lain. Mereka justru kembali ke pangkuan Sang Pencipta.

Kronologi itu diceritakan oleh adik almarhum Indra Yulianto, Ari Sandi Irawan, kepada Harian Disway, Jumat (24/9). Ari mengadu lantaran salah satu deposit kakaknya di Bank Perkreditan Rakyat Sentral Arta Sejahtera (BPR SAS) Probolinggo—kini berubah menjadi BPR Sentral Arta Jaya (SAJ)– tidak bisa dicairkan. Deposit itu ada 6 bilyet. Masing-masing bilyet senilai Rp 500 juta. Total seluruhnya senilai Rp 3 miliar. 

Padahal, ia sebagai salah satu ahli waris resmi. Dan mengurus pencairan itu sejak akhir Januari 2015. Persis sebulan sejak kecelakaan pesawat itu terjadi. “Terus beruntut sampai sekarang belum bisa dicairkan,” terang Ari Jumat (24/9). 

Saat itu, alasannya masih dikonsolidasikan dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Lalu, menyusul syarat lain: surat keterangan waris (SKW). Ari pun menyanggupi. Ia membawakan dua lembar SKW itu ke kantor BPR SAJ di Jalan PB Sudirman No 171, Kraksaan, Probolinggo.

Sayangnya, dua SKW itu ditolak. Sebab, Ari menyerahkan SKW dari notaris dan Pengadilan Agama (PA). Sedangkan, yang diminta SKW keluaran Pengadilan Negeri (PN). Dari situ, Ari merasa dipersulit. Padahal, dua SKW itu cukup kuat. Indische Staatsregeling Pasal 131 dan 161 mengatur bahwa pembuatan SKW bagi penduduk yang berasal dari Eropa/Timur Asing (Tionghoa) adalah notaris.

Di sisi lain, dua SKW itu juga pernah dipakai untuk mencairkan dana ahli waris milik kakaknya di beberapa bank dan asuransi lain. Lancar dan tidak ada kendala. Syaratnya, cukup dengan SKW, bilyet asli, dan surat kuasa.

 “Semua bank cukup itu saja syaratnya. SKW bisa dari notaris maupun PA. Mudah. Tapi ini kenapa kok sulit sekali,” keluhnya. Padahal, SKW yang diurus ke PN hanya khusus bagi ahli waris yang bersengketa. “Padahal kami tidak ada sengketa kok. Ya ngapain diurus. Kan itu aneh sekali,”

BPR SAJ pun berdalih lagi. Bahwa ahli waris sepenuhnya jatuh kepada pihak istri Indra Yulianto. Alasannya, almarhum Indra Yulianto menunjuk almarhum istrinya sebagai ahli waris saat membuka deposit dulu. 

“Keduanya kan meninggal bareng pada hari dan kejadian yang sama. Jadi pihak bank tidak bisa mencairkan,” ujar Ari. Akhirnya harus peralihan warisan. Itu diatur pada KUHPerdata Pasal 831. Bunyinya: “Bila beberapa orang, yang antara seorang dengan yang lainnya ada hubungan pewarisan, meninggal karena suatu kecelakaan yang sama, atau meninggal pada hari yang sama, tanpa diketahui siapa yang meninggal lebih dahulu, maka mereka dianggap meninggal pada saat yang sama, dan terjadi peralihan warisan dan yang seorang kepada yang lainnya.”

Atas dasar pasal itulah, Ari menggugat ke PN Kraksaan pada Maret 2016 silam. Hasilnya, PN memutuskan pada 14 Juni 2017 bahwa harta dibagi dua. Akhirnya, deposito milik almarhum Indra Yulianto ini dinyatakan sebagai harta gono-gini. 

Ari pun tetap tak terima. Sebab, ia sudah membagikan semua harta benda istri kakaknya itu ke ahli waris keluarganya. Ia pun mengajukan banding dan kasasi. Namun, tetap ditolak. Yang berlaku tetap putusan PN Kraksaan. Proses itu memakan waktu banyak. Kasasi yang ditolak MA itu sudah 2019 lalu.  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: