Terima Kasih, Cinta

Terima Kasih, Cinta

Ada sebab akibat dalam perjalanan cinta. Topik menjadi pameran tunggal kelima pelukis Katirin, bertajuk A Journey of Love, pada 18 September-30 November 2021. Digelar jauh dari keramaian pusat Kota Yogyakarta, di Kopi Prei, Piyungan, Sleman.

Banyak pertanyaan dalam benak Katirin. Mengemuka ketika melihat manusia hidup dan bersosialisasi. Pertanyaan itu cenderung butuh jawaban eksplanatif. Ditandai dengan kata tanya ’apa itu’, ’bagaimana bisa’, ’kenapa bisa begitu’, dan lainnya yang diakhiri dengan tanda tanya.

Apakah jawabannya? Mungkin A Journey of Love menjabarkannya. Tanp hendak menggiring interpretasi, dalam pameran itu, Katirin berekspresi dengan figur-figur yang didapatkan melalui penghayatan spiritual. ”Sampai pada pemahaman bahwa hidup yang terpenting adalah beribadah kepada Allah,” katanya.

Hal tersebut membawa pria yang tepat berulang tahun ke-53 pada 17 September tersebut mendapatkan konsep cinta sejati dalam gejolak realita kehidupan yang dilaluinya. Seperti pada karya bertajuk Fight yang dibuatnya pada Agustus 2021 dengan ukuran 120x140 cm.

Katirin mengeksplorasi bentuk-bentuk abstrak geometris yang ekspresif dengan warna yang lebih kuat berupa warna hitam, kuning dan warna dasar putih. Warna-warna minimalis itu saling tindih dengan sapuan kuas dominan warna kuning, ditingkahi garis dan sapuan minimalis dengan sudut-sudut runcing dalam warna hitam.

Bicara soal cinta sejati, ada sosok yang menjadikan Katirin seperti sekarang. Seorang perempuan bernama Eny. Dia tak lain adalah istrinya. Bersamanya, Katirin sudah 25 tahun menjalani biduk rumah tangga. Pasangan hidupnya itulah yang dianggap sebagai sumber semangat dalam berkarya serta bercinta.

A Journey of Love seperti cara romantis dalam merayakan ulang tahun pernikahan perak. Pun sebagai persembahan buat ketiga buah hatinya. Representasi kasih sayang orang tua kepada anak.

Suasana persiapan ekshibisi yang digelar pelukis Katirin. Tampak prosesi pembukaan ditemani teman-teman yang membuat acara terselenggara sukses. (Katirin untuk Harian Disway)

A Journey of Love sekaligus sebagai bentuk apresiasi diri bahwa ia telah berkecimpung di dunia lukis selama 27 tahun. Terhitung sejak ia berhasil meraih gelar sarjana Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta. ”Ini dua momentum perjalanan kecintaan sekaligus. Sebagai pelukis dan pernikahan,” paparnya.

Sebagai gelaran yang serupa selebrasi pencapaiannya dalam ranah seni lukis, Katirin mencoba menunjukkan siapa dirinya secara apa adanya. Semua lukisan-lukisannya mewakili dinamika perjalanan dalam dirinya sendiri. Tentang hal-hal sekitar.

Seperti kecintaan merespons alam sekitar tempat tinggal, misalnya. ”Seperti ketika saya ingin melukis tentang kabut pagi yang bisa saya rasakan kelembapannya. Ada kesegaran dan keheningan yang penuh dengan misteri. Itu kan indah,” kata Katirin.

Dunia menggambar dan melukis sudah ia tekuni bahkan sejak di bangku SMP, kisaran tahun 1982. Lahir dan besar di Banyuwangi tampaknya kurang bisa memberikan ruang. Maka, ia memutuskan hijrah ke Yogyakarta pada 1994, selepas lulus SMA.

Berlanjut saat kuliah lalu lulus, ia terbukti tetap cinta pada pilihannya di dunia seni lukis. Bahkan lebih tepatnya ia setia menekuni panggilan jiwa. Maka lukisan-lukisan Katirin adalah bentuk pencarian dalam hidup. Terlihat dari figur yang ada di dalamnya.

Dimulai dengan melihat bentuk realitas kemudian menuangkan ide ke kanvas dengan gaya ekspresionis. Adapun ciri khas deformatif ia tunjukkan bahwa terdapat realitas baru di balik realitas yang ada. Bahwa semua tindakan yang terlihat oleh manusia memiliki nilai.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: