Digigit Monyet di Monkey Forest

Digigit Monyet di Monkey Forest

Ketika pulang, tentu saja aku harus kembali melewati sungai kecil berbasah-basah. Sesampai di pintu keluar, aku melihat beberapa perempuan Bali sedang membawa keranjang-keranjang berisi bunga berwarna kuning. Bukan bunga matahari.

Bentuknya mirip. Setelah kutanyakan, mereka memberitahu bahwa tak jauh dari Air Terjun Tukad Cepung terdapat lahan perkebunan bunga tersebut. ”Ini namanya bunga marigold. Kami biasanya menyertakan bunga-bunga ini sebagai sarana beribadah,” ujarnya.

Kubuka Google Maps dan kutemukan lokasi Ladang Bunga Marigold terdekat. Ada di Jalan Tembuku yang masih masuk wilayah Bangli. Kupesan ojek online lagi dan aku menuju ke sana. Sekitar 15 menit perjalanan, aku disuguhi pemandangan menakjubkan.

Ratusan bunga berwarna kuning tapi agak oranye. Dari jauh seperti semua berwarna kuning. Tapi ketika didekati, warnanya agak gelap. Lahan tersebut seperti hamparan surga di tengah rimbun pohon kelapa yang berjajar.

Kurentangkan tangan untuk menikmati angin semilir. Kusentuh satu demi satu bunganya. Serbuk sarinya menempel di tanganku. Kemudian terbang beriringan. Bulir-bulir yang terbawa angin seperti rangkaian titik cahaya beterbangan.

Sampai senja aku berada di Ladang Bunga Marigold, di pinggir Jalan Tembuku. Matahari turun ke cakrawala, warna jingganya dan semburat cahaya mengubah warna kuning bunga menjadi serupa sang surya. Memikat hati.

Bahkan setelah beberapa meter perjalanan pulang kembali ke Sanglah, mataku seakan enggan meninggalkannya. Aku melihat ladang itu sampai benar-benar hilang dari pandangan.

Setelah sampai rumah, seorang kawan yang sama-sama menempuh pendidikan di RS Sanglah meneleponku. Ia jenuh. Ingin jalan-jalan dan penasaran dengan tempat wisata Monkey Forest. Boleh juga. Aku janjikan esok hari aku bisa mendampinginya ke sana.

Keesokan hari, temanku telah datang ke indekosku. Aku dan dia menyewa ojek mobil untuk mengantar ke Monkey Forest, Ubud, Gianyar. Jaraknya dari Sanglah memakan waktu satu jam.

Di sana, suasana objek wisata Monkey Forest memang seperti hutan lebat. Pohon-pohon cukup tinggi dan rapat. Banyak monyet. Petugas penjaga telah mewanti-wanti. Jangan terlalu dekat dengan monyet. Jangan menatap matanya secara langsung dan sebisa mungkin jangan menyentuhnya.

Di Monkey Forest di Ubud, pesanku usahakan jangan menyentuh atau terlalu dekat dengan monyet ya daripada digigit sepertiku. Huh enggak enak. (Trixie Brevi Putri untuk Harian Disway)

Karena mereka bisa saja jadi galak. Di jalan setapak memang banyak terdapat sekawanan monyet. Namun mereka tidak mengganggu. Kucoba mengabaikan larangan dan menyentuhnya, mereka kebetulan diam saja.

Seekor monyet besar duduk leha-leha di atas pembatas. Aku mendekatinya. Tak menyentuh maupun memandang matanya. Ketika kawanku mau memotretku, monyet itu tiba-tiba menyerang.

Ia menggigit telapak tanganku dan menghasilkan lubang 1mm. Aku berteriak melepaskan diri dari gigitannya. Untung seorang pawang datang dan menghardik monyet itu. Ia berlari.

Sang pawang membawaku ke klinik yang memang telah disediakan di Monkey Forest. Ia memeriksa gigitan itu dan mencuci lukanya. Katanya tak apa-apa. Tak perlu disuntik rabies juga karena sang dokter memastikan bahwa semua monyet di Monkey Forest bebas rabies.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: