Enggak Bayar Sewa ke KAI, Pengurus APRTN Dipolisikan

Enggak Bayar Sewa ke KAI, Pengurus APRTN Dipolisikan

Aliansi Penghuni Rumah Tanah Negara (APRTN) menutup separo Jalan Yos Sudarso Surabaya kemarin (5/10). Itu wujud dukungan kepada ketua APRTN yang melaporkan sengketa dengan PT Kereta Api Indonesia yang menggelinding sejak 2008.

Konflik itu juga berbuntut dilaporkannya pengurus APRTN ke Polrestabes Surabaya dengan tudingan penghasutan. Warga menganggapnya sebagai upaya kriminalisasi. “Kalau kami dipenjara bagaimana pak?” tanya Ketua APTRN Achmad Syafii saat diterima di ruang ketua DPRD Surabaya.

Syafii melihat ke arah Kapolrestabes Surabaya Kombes Pol Akhmad Yusep Gunawan yang duduk di seberang meja. Ia juga menceritakan banyak warga ketakutan karena laporan itu.

Yusep minta warga tidak panik. Laporan itu memang sudah masuk ke kantornya. Perwakilan warga dan PT KAI akan dipanggil untuk dimediasi. “Jangan khawatir soal kriminalisasi. Kami nggak mungkin melakukan itu,” kata Yusep.

Persoalan muncul setelah Kementerian Keuangan memerintahkan seluruh BUMN dan BUMD menginventarisasi daftar aset pada 2008. Tanah, bangunan, dan aset lainnya harus dicatat beserta nominalnya.

PT KAI sangat repot kala itu. Banyak pemukiman yang berdiri di lahan yang mereka akui sebagai aset. Bahkan sejumlah warga merasa sudah tinggal di sana turun temurun sejak zaman Belanda.

Sejak 2008, warga memboikot pembayaran sewa tanah ke KAI. Mereka mencoba melawan dan mempelajari riwayat tempat yang ditinggali.

Kasus mereka mirip izin pemakaian tanah (IPT) pemkot Surabaya alias surat ijo. Ada 48 ribu surat ijo di Surabaya. Separonya menolak bayar retribusi ke pemkot. “Kalau di kami ada 2.700 anggota,” lanjut Syafii.

Warga yang bersengketa dengan PT KAI itu berasal dari Jalan Kalasan, Residen Sudirman, Pacar Keling, hingga Gubeng Masjid. 

Mereka merasa KAI sudah tidak punya hak atas tanah tersebut. Sebab alas hak KAI hanya hak pengelolaan lahan (HPL) yang dikeluarkan tahun 2000.

Menurut warga, SK HPL itu seharusnya tidak diterbitkan. Sebab, mereka menempati tanah itu selama puluhan tahun. Warga menuntut penerapan UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria. Yang menempati tanah negara dan memanfaatkannya lebih berhak untuk mendapat sertifikat tanah itu. 

Ketua DPRD Surabaya Adi Sutarwijono melihat permasalahan ini tidak mungkin diselesaikan di ruangannya. Ia akan mengagendakan pembahasan lebih detail di ruang komisi dalam beberapa hari ke depan. “Pihak KAI akan kami undang,” tegas Ketua DPC PDIP Surabaya itu.  (Salman Muhiddin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: