Cloud Kitchen untuk 49 Sentra Wisata Kuliner
SENTRA Wisata Kuliner (SWK) Surabaya sempat babak belur dihajar pandemi. Dua bulan terakhir penjualan mereka mulai merangkak naik. Tapi tidak signifikan.
Dalam paparan kebijakan anggaran 2022, Pemkot Surabaya memprioritaskan pendampingan SWK. Ada lebih dari seribu pedagang yang harus diselamatkan. Urusan itu dibahas dengan Badan Anggaran (Banggar) DPRD Surabaya kemarin (6/10).
Anggota Banggar DPRD Surabaya Herlina Harsono Njoto melihat adanya potensi yang sangat besar di 49 SWK tersebut. Tempat yang disediakan pemkot sudah rapi dan bersih. Kulinernya juga beragam. ”Tapi, ternyata banyak yang belum bekerja sama dengan Gofood, Grabfood, atau sekarang ada Shopee Food,” kata politikus Demokrat itu.
Herlina mengenalkan konsep cloud kitchen ke jajaran pemkot. Konsepnya mirip dapur bersama yang menyediakan bermacam-macam kuliner. Ada satu operator yang terhubung dengan mitra layanan pesan antar online yang bertugas memasarkan.
Pedagang hanya fokus memasak, pesanan akan datang dari operator tersebut. Cloud kitchen sudah diterapkan di berbagai negara maju. Di Jakarta juga sudah banyak bermunculan.
Menurutnya, itu adalah solusi adaptif dalam bisnis kuliner. Sebab, semua restoran hingga warung makanan tidak bisa bergerak bebas seperti dulu.
Pemkot hanya perlu menyediakan satu operator di setiap SWK. Ongkos yang dikeluarkan tidak mahal. Bahkan, pemkot bisa mendapatkan pemasukan dari retribusi yang dibayarkan pedagang. ”Secara tidak langsung, kita juga membantu teman-teman ojek online,” kata ibu tiga anak itu.
Pemkot juga perlu menambahkan fasilitas wifi gratis di setiap SWK. Selain membantu penjualan online, wifi akan menarik kunjungan pembeli.
Kartika, pedagang SWK Ketabang Kali, tertarik dengan konsep itu. Dia ingin sekali bermitra dengan penyedia aplikasi ojek online. Namun, dia tak tahu caranya. ”Pengin sih, biar laris. Kalau online kan banyak yang nyantol,” ujar pedagang nasi campur itu.
Selain tidak menguasai teknologi, Kartika tidak bisa membayangkan bagaimana repotnya melayani pembeli online dan offline. Sebab, dia tidak punya asisten. ”Saya bisanya cuma menerima uang sama masak,” lanjutnyi.
Nanging, pedagang di SWK Taman Prestasi, punya kisah yang sama. Dia ingin sekali bekerja sama dengan penyedia aplikasi ojek online. Namun, dia tidak menguasai teknologinya. (Salman Muhiddin)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: