Berat, Tak Mau Disebut Resi

Berat, Tak Mau Disebut Resi

Setelah kekosongan kepemimpinan pusat pasca meninggalnya Resi Kusumodewo, secara organisasi Budda Jawi Wisnu macet. Mengetahui masalah yang telah terjadi sejak 1992 itu, Andy berinisiatif menyusun ulang struktur organisasi Budda Jawi Wisnu. Utamanya menentukan pemimpin pusat.

Sebenarnya, para siswa ingin menjadikan Legino sebagai pemimpin. ”Tapi saya menyarankan, untuk menentukan pemimpin pusat, harus bermusyawarah dengan para siswa di berbagai daerah. Utamanya mendatangi para sesepuh,” ungkapnya.

Awal 2020, Andy dan beberapa kawan lain mendatangi sesepuh Budda Jawi Wisnu di Blitar. Namanya Mbah Suwono. Usianya 96 tahun. Ketika ditemui, ia tampak gembira mengetahui kepercayaan yang dianutnya itu telah memiliki banyak pengikut dan muncul kembali.

Terlebih, banyak anak-anak muda. Kebahagiaannya berlipat ketika mengetahui organisasi Budda Jawi Wisnu akan disusun ulang. Di hadapan Suwono, Andy dan kawan-kawan bertanya tentang sosok yang pantas dijadikan pemimpin Budda Jawi Wisnu.

Suwono langsung menunjuk sosok Legino, atau pemilik nama asli Kusnadi tersebut. Alasannya, ia mengikuti jejak Legino dan kiprahnya dalam kepercayaan Budda Jawi Wisnu. Termasuk ketika Resi Kusumodewo pada 1980 menganugerahi nama Legino Marto Wiyono.

Sangat jarang resi menganugerahkan nama untuk para siswa. Namun semua tahu Legino dikenal sebagai murid kesayangan. Sering diajak bepergian untuk bermeditasi maupun mengadakan upacara di berbagai daerah. Hingga ditunjuk sebagai salah satu pengurus pusat di Madiun.

Setelah menemui Suwono, Andy dan para siswa yang lain mengunjungi beberapa sesepuh di banyak daerah di Jawa Timur. Semua orang mengkerucutkan satu nama: Legino.

Setiap orang yang didatangi bersedia menandatangani surat persetujuan atau legalitas tentang persetujuan pembuatan struktur baru Budda Jawi Wisnu setelah sempat vakum selama 28 tahun.

Usai semua tanda tangan terkumpul, mereka menyampaikannya pada Legino. Termasuk memberitahukan keinginan para sesepuh yang menunjuknya sebagai pemimpin pusat.

Dulu, jabatan itu dipegang oleh Kusumodewo yang bergelar resi. Akankah Legino juga mengambil gelar resi? ”Tidak. Saya cukup pandhita saja. Jadi resi itu berat. Harus menerima wahyu dan punya wawasan serta kemampuan spiritual sangat tinggi,” ujarnya.

Seperti Resi Kusumodewo yang mendapat wahyu ketika bersemadi di Gunung Kawi. Lantas menyusun tata peribadatan secara lebih rapi dan memodifikasi bahasa ibadah dengan sistem bahasa Jawa Baru yang tak mengurangi maknanya.

Legino sampai saat ini masih menerapkan sistem yang dibuat oleh Resi Kusumodewo pada 1925. Sama persis, tak ada yang dikurangi maupun dilebihkan. Maka saat menjadi pemimpin pusat Budda Jawi Wisnu, jabatan Legino adalah ”Pandhita Pusat”. Bukan resi.

Selanjutnya, Andy dan para siswa yang lain mulai membentuk struktur kepengurusan pusat di bawah Pandhita. Termasuk posisi Jejanggan, Manguyu-uyu, Pangrukti, Purbacaraka, dan Pengawat-awat.

Saat menjadi pemimpin pusat Budda Jawi Wisnu, jabatan Legino adalah ”Pandhita Pusat”. Bukan resi. (Rizal Hanafi/Harian Disway)

Legino melantik beberapa pandhita cabang. Arief Wijoyo sebagai pandhita atau pemimpin Budda Jawi Wisnu cabang Surabaya, Bopo Agung sebagai pandhita di Gresik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: