Tumbuh Bersama Pandulisane

Tumbuh Bersama Pandulisane

Setelah bertahun-tahun merintis di kawasan Jawa Timur, Pandu mantap merantau ke Ibu Kota. Mencari pengalaman lebih banyak. Ia pun tergabung dalam sebuah firma industri kreatif anak muda bernama Klobility.

Kemudian merapat menjadi presenter tayangan olahraga Box2Box. Ia memandu beragam acara di sana. Nyambi sebagai presenter bicang daring atau podcast di ISEN atau Indonesia Social Enterprise Network.

Bekerja dengan berbagai kalangan untuk menghidupkan kewirausahaan bagi generasi muda. Waktu senggangnya dipenuhi dengan kegiatan sosial. Termasuk mendirikan komunitas Pandulisane pada 2018. Nama itu merupakan singkatan dari Pandu Tuli Daksa dan Netra.

”Pandulisane merupakan wadah belajar bagi siapa pun yang berniat menjadi pemandu bagi teman tuli, daksa, dan netra. Dengan belajar mengenal disabilitas, kita bukan hanya membantu orang lain. Melainkan juga diri sendiri untuk bertumbuh,” jelas Pandu.

Selama pandemi, Pandu kerap menjadi pembicara daring. Menceritakan berbagai informasi terkait public speaking serta kajian seputar berkomunikasi dengan disabilitas. (Pandu Wicaksono untuk Harian Disway)

Melalui tagar #HelpPeopleHelpYourself, Pandu mengajak para anggota Pandulisane menginisiasi kelas-kelas terbatas guna memberikan pengalaman memahami para difabel.

Termasuk menyediakan pembekalan cara terbaik berinteraksi dengan mereka. Supaya menghindari kejadian awkward saat bertemu. Lalu membuka pola komunikasi yang baik antar manusia, tanpa memandang kondisi fisik maupun kekurangan indera.

Pandu melihat bahwa sebagian besar dari kita pernah bertemu kaum disabilitas. Entah di pasar, terminal, pusat perbelanjaan, dan lain sebagainya. Namun, kebanyakan dari mereka tidak pernah mencoba berkomunikasi.

Bukan karena tidak ingin. Melainkan banyak yang belum tahu bagaimana ngobrol sama mereka. Daripada melakukan atau mengeluarkan kata-kata menyinggung, mayoritas memilih diam lalu menghindar.

”Jadi saya mencoba membuat ruangan inklusif yang mempertemukan kita, manusia normal, dengan kaum disabilitas. Di sana lalu dibuatlah kelas serta pembelajaran tentang bagaimana berkomunikasi satu dengan yang lain. Tujuan utamanya supaya semua bisa ngobrol dan diskusi satu sama lain. Enggak perlu bingung dan takut salah lagi,” tukas Pandu.

Dengan demikian, masing-masing dapat mendapatkan cara berkomunikasi yang asyik. Sehingga terciptalah kedekatan lalu berdampak pada perbaikan kehidupan sosial. Membuka pemahaman bahwa kaum disabilitas juga sama seperti kita semua. Perbedaan bukan halangan untuk dapat menjalin persahabatan.

Pandu saat menjadi pendongeng di acara Festival Dongeng. Ia menggunakan bakat vokalnya dalam memeragakan diferensiasi suara seakan sedang ngobrol dengan boneka di tangan. (Pandu Wicaksono untuk Harian Disway)

Meskipun memiliki niat tulus, Pandu tak jarang mendapatkan cibiran. Bahkan dari kaum disabilitas sekalipun. Mereka mempertanyakan mengapa Pandu bikin komunitas berisi manusia dengan keterbatasan padahal dirinya dalam kondisi jauh lebih baik.

Dirinya pun menjelaskan bahwa tujuannya untuk berkontribusi kepada kaum difabel. Dengan menyusun cara sebaik mungkin agar dapat menjembatani satu sama lain. Disadari pula bahwa ia tidak bisa memaksakan orang untuk berpartisipasi. Setidaknya ia beserta anggota lain tetap fokus dengan apa yang dipercayai.

Pandu percaya bahwa kebaikan akan menyebar dan memberikan dampak positif. Baik secara kecil maupun besar. Ia tak pernah berhenti berkolaborasi dengan berbagai pihak sehingga promosi keterbukaan antar manusia. Bahkan MRT sudah menggandeng Pandu dan Pandulisane untuk menyediakan tanda bagi kaum difabel untuk membuat bantuan menaiki alat transportasi. (Heti Palestina Yunani-Ajib Syahrian)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: