Siswa Boleh Pilih PTM atau PJJ

Siswa Boleh Pilih PTM atau PJJ

PEMBELAJARAN tatap muka (PTM) sudah bergulir dua bulan. Siswa SMA/SMK/SMALB se-Jawa Timur (Jatim) diperbolehkan PTM 50 persen. Namun, pemerintah provinsi berencana membolehkan siswa memilih PTM atau pembelajaran jarak jauh (PJJ). Meski, pandemi Covid-19 sudah hilang.

Kepala Dinas Pendidikan (Dispendik) Jatim Wahid Wahyudi mengatakan, program tersebut sebatas rencana. Ia belum tahu pasti mekanisme ke depan seperti apa. Namun, ide itu tersirat dalam pikirannya ketika mencoba alat 5G yang dibuat Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya.

Wahid cukup terpukau dengan alat itu. Menurutnya, bila dikembangkan, alat tersebut bisa diterapkan di pendidikan Jatim. ”Alatnya kan seperti kacamata. Ketika saya coba, ternyata seperti nyata. Saya bisa melihat hingga rotary 180 derajat,” ujar mantan Kadishub Jatim itu.

Selama pandemi, mulai ada pergeseran pola pikir pelajar. Tahun 2020, banyak pelajar yang menginginkan PTM. Tapi, pada 2021, mereka sudah terbiasa dengan PJJ. Keinginan siswa itu juga menjadi pertimbangan Wahid membuat sistem PJJ.

Selain itu, pemikiran tersebut juga merupakan cara pemerintah provinsi (pemprov) menjawab tantangan perkembangan digitalisasi. Ia berharap, setelah Jatim zona hijau, PJJ bisa jalan terus. ”Ngapain harus ke sekolah. Kalau PJJ bisa dilaksanakan,” ungkapnya.

Menurutnya, PJJ merupakan bentuk implementasi dari merdeka belajar. Yakni, program yang dicanangkan Kementerian Pendidikan, Kebudayaaan, Riset, dan teknologi (Kemendikbudristek). Artinya, siswa yang belajar di rumah bisa mengikuti pembelajaran di sekolah secara interaktif. Dengan demikian, sisa-sisa waktu bisa digunakan siswa untuk mengembangkan keterampilan.

Wahid juga bercerita bahwa sempat mendapat perintah dari Gubernur Khofifah Indar Parawansa. Yakni, agar seluruh daerah di Jatim bisa menikmati digitalisasi pendidikan. Namun, pelaksanaan perintah itu mengalami sedikit kendala. Sebab, tidak semua daerah di Jatim terdapat koneksi internet.

Tapi, dispendik tidak putus asa. Mereka membuat alat bernama anjungan belajar mandiri (ABM). Bentuknya seperti anjungan tunai mandiri (ATM). Kemudian, ABM diisi data pelajaran. Guru juga bisa mengatur pembelajaran mandiri untuk siswa. Di dalam alat itu juga ada wifi. Yang dapat dijangkau dengan radius 30 meter.

”Alat itu ditempatkan di balai desa maupun sekolah. Sehingga guru-guru bisa mengunggah maupun mengunduh materi yang ada di ABM. Alat ini kami pasang di daerah yang tidak ada internet. Seperti di kepulauan Madura dan pegunungan,” kata Wahid.

Gubernur Jawa Timur Khofifah Indarparawangsa mengecek kesiapan pelaksanaan PTM. (Foto: Eko Suswantoro)

Meski merencanakan PJJ, Jatim merupakan provinsi pertama yang menerapkan PTM di masa pandemi. Tepatnya pada November tahun lalu. Pemprov melakukan uji coba kepada beberapa sekolah. Bahkan, pemprov juga mendesain prokes sekolah jauh sebelum itu diatur Kemendikbudristek.

Misalnya, pembuatan satuan tugas (satgas) sekolah maupun sarana dan prasarana (sarpras) yang mendukung prokes. Wahid mengatakan, Januari lalu Kemendikbudristek menyerahkan wewenang PTM kepada daerah. Kemudian, Pemprov Jatim menguji coba untuk SMA dan SMK.

Mengapa yang dipilih SMA dan SMK? Wahid mengatakan, siswa pada jenjang tersebut sudah mampu berpikir yang baik. Juga, sudah siap menerapkan prokes. ”Hasil uji cobanya luar biasa. Waktu itu hanya pelajaran matematika, praktik, dan semacamnya. Jadi, ketika ada kebijakan PTM terbatas, Jatim sudah sangat siap,” ujarnya.

Pada pertengahan bulan lalu, tersiar kabar terjadi kluster sekolah di Jatim. Namun, kabar tersebut segera ditepis. Sebab, selama PTM terbatas, belum pernah ditemukan kluster sekolah.

Selain itu, dalam aturan Inmendagri Nomor 47 Tahun 2021, PTM dibolehkan mencapai 62 persen. Namun, pemprov tetap mempertahankan maksimal 50 persen. Sebab, secara perhitungan, itu jauh lebih mudah ketimbang 62 persen.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: