Hari Tanpa Bra Bukan Unjuk Sensualitas

Hari Tanpa Bra Bukan Unjuk Sensualitas

Tanggal 13 Oktober diperingati sebagai No Bra Day atau Hari Tanpa Bra. Wanita didorong untuk tidak mengenakan bra pada hari itu. Ini menjadi momen spesial bagi mereka untuk lebih “menghargai” payudaranya. 

PERAYAAN itu dicetuskan pada 2011 oleh dr Mitchell Brown asal Toronto, Kanada. Ia adalah seorang ahli bedah plastik. Dokter Brown mendorong perempuan untuk tidak mengenakan BH pada tanggal. 

Lantas, hari Tanpa Bra kerap menjadi kontroversi. Padahal, maksudnya positif. Bukan pamer. Apalagi cabul. Kampanye itu adalah untuk membangkitkan kesadaran terhadap kanker payudara.

“Ini menyinggung,” kata Jean Sachs, CEO Living Beyond Breast Cancer, dalam sebuah wawancara dengan Mashable. Menurutnya, kanker payudara adalah penyakit yang mengancam jiwa. Dan tidak ada hubungannya dengan memakai bra atau tidak memakai bra.

Banyak juga warganet yang bersuara tentang Hari Tanpa Bra dengan segudang kritik. Sebab, perayaan itu dimaknai dengan unsur seksualisasi. “Membuat wanita memamerkan dada tanpa bra dengan mengatasnamakan kepedulian tidak akan menyelamatkan siapa pun,” kata Christina Cauterucci, seorang penulis, dalam Slate.com.

Dengan Hari Tanpa Bra, selain untuk membebaskan diri dari pakaian yang sempit, wanita diingatkan untuk mengenal gejala kanker payudara. Juga menjalani pemeriksaan diri secara teratur untuk mendeteksi kanker lebih dini.

Pada 1960-an dan 70-an, para feminis juga pernah mendorong perempuan untuk berhenti memakai bra sebagai deklarasi kebebasan dan kekuasaan. 

Lalu, pada 2010, kampanye Free the Nipple atau Bebaskan Puting juga pernah ramai di media sosial. Para selebriti papan atas, seperti Rihanna, Chrissy Teigen, dan Miley Cyrus ikut meramaikan gerakan itu. Pada intinya, para wanita merasa geram karena pria bisa saja tampil topless di depan umum. Tetapi, itu dianggap sebagai perilaku tidak senonoh ketika wanita yang melakukannya.

Ditambah dengan adanya pergeseran tren busana dan pandemi Covid-19. Batasan antara pakaian sehari-hari dan pakaian tidur menjadi kabur. Bralette, bra tanpa kawat yang modis, kerap digunakan kaum hawa untuk bepergian. 

Selain kenyamanan, pemberdayaan, dan penampilan, masalah kesehatan adalah alasan lain beberapa wanita tidak memakai bra. Namun, untuk relevansi pemakaian bra dan kanker payudara sendiri memang masih menuai pro dan kontra.

Sebuah studi yang diterbitkan dalam European Journal of Cancer pada 1991 menemukan bahwa wanita sebelum menopause, yang tidak memakai bra, akan mengurangi risiko kanker payudara. Bahkan, tingkat risikonya turun hingga setengahnya dibandingkan dengan menggunakan bra.

Sebaliknya, penelitian dalam Cancer, Epidemiology, Biomarkers & Prevention pada tahun 2014, ditulis bahwa tidak ada hubungan antara bra dan kanker payudara. Hingga kini pun belum ada dasar klinis atau ilmiah yang cukup kuat untuk membuktikan bahaya bra.

Penggunaan bra mungkin tidak menembak langsung ke ranah kesehatan. Tetapi, banyak penelitian yang menunjukkan bahwa bra yang tidak pas dapat memengaruhi tulang rusuk dan menyebabkan sakit punggung dan leher.

Berdasar penelitian dari Profesor Jean- Denis Rouillon di Rumah Sakit Universitas Besancon, Prancis, ditemukan manfaat lain dari tidak menggunakan bra. Payudara wanita akan menjadi lebih kencang. Stretch mark pun memudar. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: