Diskusi Film Pontypool (2008): Kill a Kiss

Diskusi Film Pontypool (2008): Kill a Kiss

Pontypool (2008) membawa genre zombie apocalypse ke level yang berbeda. Film karya sutradara Bruce McDonalds itu tidak mengekspos darah, daging, dan kejar-kejaran khas film zombi. Premisnya unik. Dan eksekusinya keren. Berikut pendapat anggota grup Maniak Film tentang film yang dibintangi Stephen McHattie dan Georgina Reilly tersebut.

 

Film Kelas B yang Keren

Menonton Pontypool mengingatkan saya pada Guilty (versi Swedia), Legion, serta beberapa film bertema survival lainnya. Walau begitu, eksekusi Pontypool tidak lantas seperti film kebanyakan. Atau mentah-mentah mengadopsi elemen dari film lain lalu dicampur menjadi satu. Pontypool terasa orisinal. Berkat akting para pemerannya yang tanggung.

Ini adalah pujian, bukan sarkas ataupun sindiran. Justru, karena film ini adalah film kelas B, pemeran yang tidak terlalu terkenal dan terkesan absurd, dengan solusi permasalahan yang juga absurd, Pontypool sangat mengasyikkan untuk diamati dan dipelajari.

Plotnya bagus. Kekurangan dalam dialog masih bisa dimaklumi karena toh naskahnya tidak dibuat untuk film epik. Untuk ukuran film TV sekalipun, film ini sudah sangat bagus. Tengok saja bagaimana tim produksi mempersiapkan set ruangan dengan dekorasi yang sangat lengkap dan detail.

Pemilihan aktornya pun pas. Suara bariton cenderung nge-bass dari Stephen McHattie, pemeran Grant Mazzy, asyik banget. Suaranya mirip Peter Cullen, pengisi suara Optimus Prime. Wajahnya mirip Lance Henriksen, aktor top yang juga punya suara khas. Lisa Houle dan Georgine Reilly mampu mengimbangi akting aneh Stephen. Suara dia juga merdu. Apakah karena sound engineer mempunyai sentuhan ajaib?

Situasi di dalam stasiun radio 660 Beacon menjadi sangat hidup. Stasiun radio mini (krunya hanya empat orang, termasuk pemilik) yang tidak terlalu terkenal, mendadak menjadi pusat pemberitaan. Narasi beritanya menjadi rujukan stasiun radio level dunia. Termasuk BBC.

Saya menangkap sebuah pernyataan tersirat tentang nasib kanal radio yang sekarang sedang dipertanyakan. Apakah mampu menghadapi terjangan internet dan media sosial? Apakah radio harus mengandalkan keberuntungan semata, agar mampu menyeruak dari kerumunan kanal-kanal lain yang semakin digemari semua kalangan saat ini?

Kebetulan, saya juga bergabung di sebuah grup di Facebook. Namanya Penggemar Sandiwara Radio (PSR). Anggota-anggotanya sangat menyukai kisah yang diceritakan dan ditransmisikan lewat udara. Misalnya Saur Sepuh. Saya masih mendengarkan kisah ini walaupun lewat YouTube. Asyiknya, saya tidak perlu menonton. Cukup mendengarkan dan berfantasi saja. Seluruh plot cerita dan ketegangan di dalamnya sudah bisa dirasakan dengan baik.

Demikian pula dengan Pontypool. Cukup bermodal mendengarkan dialognya saja, ketegangan bisa dirasakan dengan sangat, sangat baik. Inilah keunggulan Pontypool yang tidak dipunyai film lain. Sutradara Bruce McDonald dan penulis naskah Tony Burgess berhasil membangun kisah dan menyampaikan pesan mereka.

Wimpie,

Admin Grup Facebook Maniak Film

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: