Vaksinasi Bangkalan Berjalan Lambat

Vaksinasi Bangkalan Berjalan Lambat

DINAS Kesehatan Jawa Timur mengejar vaksinasi di Kabupaten Bangkalan. Sebanyak 15 mobil vaksin diluncurkan sejak 7 Oktober dan hanya bisa menambah sekitar 6 persen. Dari 24,42 persen dan hingga terakhir (15/10) menjadi 30,16 persen.

Peningkatan itu masih rendah karena Kepala Dinkes Jatim Erwin Astha Triyono menargetkan dua minggu bisa mencapai 50 persen. Padahal, jumlah dosis vaksin awal yang dipasok cukup banyak. Yakni, 15–20 ribu dosis.

Ternyata, masalahnya bukan soal jumlah stok vaksin. Namun, karena berita hoaks tentang vaksin yang telah menyebar. ”Kita sudah observasi ke Bangkalan dan Sampang. Faktor lain memang banyak yang suka menunda,” kata Wakil Gubernur Jatim Emil Elestianto Dardak.

Ada satu kasus yang ia temui di sentra vaksin di salah satu pasar. Seorang kakek yang hanya mau divaksin jika ada keperluan mendesak. Misalnya, untuk mengurus persyaratan umrah.

Emil menyatakan, vaksinasi wilayah Bangkalan sementara akan dikhususkan bagi yang mau. Menurutnya, itu bisa efektif untuk meningkatkan capaian. Dari satu orang yang mau disuntik akan memengaruhi minat orang-orang sekitarnya.

”Kalau kita meyakinkan orang-orang yang gak mau itu kelamaan. Jadi, kita dahulukan yang mau saja. Yang lain nanti akan pasti melihat. Karena vaksin itu kan tidak dipaksa,” ujarnya.

Selain itu, ada yang enggan divaksin dengan alasan lain. Misalnya, tidak mengenal jarum suntik sejak kecil. Jadi, urusannya bukan soal berita hoaks tentang vaksin saja.

Hingga kini, wilayah aglomerasi Surabaya Raya masih berada di level 3. Masih terhambat capaian vaksinasi Bangkalan yang belum 50 persen. Sebaliknya, capaian wilayah lain yang masuk aglomerasi sudah di atas 50 persen. Di antaranya, Gresik, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo, dan Lamongan.

Sejauh ini, berbagai strategi untuk meningkatkan minat masyarakat sudah dilakukan. Misalnya, melibatkan para tokoh agama dan tokoh masyarakat. Pada Juli lalu, saat terjadi ledakan kasus di Bangkalan, para tokoh agama diundang ke pendopo bupati. Diarahkan agar mengajak masyarakat untuk mau divaksin.

Wali Kota Eri Cahyadi (kiri) bersama Bupati Bangkalan Abdul Latif Amin Imron saat membahas perkembangan kasus Covid-19

di Jembatan Suramadu Juni lalu. (Foto: Eko Suswantoro)

”Harapannya, para tokoh itu bisa merangkul masyarakat. Yakni, sebagai teladan masyarakat. Mengingat masyarakat Madura sangat patuh kepada tokoh agama. Tapi, ternyata hasilnya juga masih belum terlalu signifikan,” ujar epidemiolog Universitas Airlangga Windhu Purnomo.

Artinya, para tokoh agama belum punya pengaruh kuat untuk vaksinasi itu. Apalagi, capaian vaksinasi lansia Bangkalan juga rendah. Menurutnya, harus ada strategi khusus untuk dirumuskan. Sebab, Bangkalan tergolong kasus yang unik.

Windhu mengatakan, percepatan vaksinasi tersebut tidak hanya bergantung pada upaya medis. Tetapi, harus ada upaya lain. Ia berharap ada campur tangan dari pakar psikososial untuk turun ke lapangan.

Yakni, untuk menemukan faktor penyebab utama rendahnya minat masyarakat Bangkalan terhadap vaksin. Agar solusi bisa segera ditemukan. ”Itu juga tak kalah penting. Hanya pakar psikososial yang bisa menemukan detail masalahnya,” ungkap Windhu.

Selain itu, ada upaya lain seperti melakukan pengondisian dengan kebijakan yang ada. Misalnya, Kota Surabaya harus menerapkan skrining aplikasi PeduliLindungi di titik-titik perbatasan antarkota. Tujuannya, menapis orang-orang luar Surabaya yang belum divaksin.

”Pasti bisa meningkatkan minat mereka. Meski merasa setengah terpaksa. Karena sehari-hari keperluan mereka kan di sini. Jadi, pasti akan berpikir mau gak mau harus divaksin agar bisa masuk Surabaya,” tandasnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: