Ditolak Sekolah Umum, Terpaksa Kejar Paket

Ditolak Sekolah Umum, Terpaksa Kejar Paket

Pato Sayyaf pernah bikin geger dunia pendidikan lima tahun lalu. Ia tidak diperkenankan ikut ujian nasional (UN) oleh Dinas Pendidikan Sidoarjo karena usianya masih 8 tahun. Dinas Pendidikan Jatim memberinya dispensasi setelah kasusnya jadi perbincangan nasional. Setelah lulus SD, Pato yang bercita-cita jadi astronot memilih jadi santri. 

DJOKO Irianto tak menyangka dikaruniai anak istimewa. Saat usianya masih 2 tahun, Pato sudah menghafal ayat kursi. Disusul dengan 22 ayat pertama surat Al Baqarah. 

Tak ada yang mengajari. Pato hanya mendengarkan ayat suci yang dilantunkan sang ibu: Wahyu Nur Andari. Semua anggota keluarga kaget. Pato bisa mengulangi surat itu dalam sekejap.

Di usia 3,5 tahun, Pato masuk ke Playgroup Al Falah Surabaya. Setahun kemudian ia langsung masuk ke SD Multilingual Anak Saleh (MAS) di Waru Sidoarjo.

Sekolah menawarkan program akselerasi karena kemampuan Pato jauh mengungguli teman sebayanya. Ia sudah pandai membaca, menulis, berhitung dan sudah menghafal beberapa ayat Alquran.

Pato menempuh kelas 1 secara normal. Yang dirangkap adalah kelas 2-3 dan 4-5. Masalah baru muncul saat namanya tidak bisa didaftarkan sebagai peserta ujian nasional pada Maret 2016.

Gara-gara masalah itu Djoko harus ngontrak rumah di dekat sekolah. Ia pindah dari Menanggal, Surabaya, ke Perumahan Kepuh Permai Sidoarjo untuk menuntaskan masalah Pato. “Kebetulan saat itu saya baru saja pensiun dari Telkom,” ujar Djoko di Semarang melalui telepon, Selasa (19/10).

Djoko jadi sering berkonsultasi ke Dispendik Sidoarjo. Kesimpulannya, pihak sekolah tidak memiliki izin penyelenggaraan kelas akselerasi (KA). Program itu juga sudah dihapus seiring dengan pencoretan program Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) sejak 2013.

Dispendik menyarankan Pato menjalani tes IQ untuk membuktikan kemampuannya. Djoko menurutinya. Hasilnya 135. Mereka tidak percaya karena lembaga yang menguji dianggap kurang kredibel. Tes IQ diulang di Dinas Psikologi TNI AL di Juanda. Hasilnya malah naik. Jadi 136. 

Sudah terbukti bahwa Pato memang istimewa. Namun, Dispendik Sidoarjo tetap tidak berani memberikan lampu hijau. 

Wechsler Intelligence Scale for Children V IQ Qualification mengklasifikasikan anak dengan IQ di atas 130 ke kelas tertinggi. Yakni extremely high. Sama dengan Kaufman Test menggolongkannya kelas tertinggi itu dengan sebutan upper extreme

Urusan Pato ternyata masih panjang. Tes IQ tidak menyelesaikan masalah. Dispendik tetap belum berani memberi izin.

Di satu sisi, Djoko memahami perasaan pejabat Dispendik Sidoarjo saat itu. Mantan advokat itu tahu betul birokrat akan bersikap normatif sesuai undang-undang. Di sisi lain, ia merasa anaknya punya hak untuk melanjutkan sekolah. “Kalau saya jadi orang dinas, pasti jengkel. Tapi sebagai orang tua saya akan memperjuangkan hak Pato,” kata pensiunan PT Telkom Indonesia itu. 

Kisahnya didengar salah satu temannya yang jadi tim hukum PDIP Jatim. Kabar itu diteruskan ke Fraksi PDIP di DPRD Jatim agar ada solusi konkret 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: