Epidemiolog: Naik Pesawat Tetap Harus PCR

Epidemiolog: Naik Pesawat Tetap Harus PCR

“Data yang dilaporkan itu masih ‘puncak gunung es’. Bukan data yang sesungguhnya. Karena masih banyak orang yang positif tapi tidak terdeteksi. Gara-gara upaya testing kita lemah,” paparnya. Rasio kasus aktif dan kasus rawat inap di Jatim masih di atas 20 persen. Seharusnya, kata Windhu, penumpang pesawat tetap harus memakai tes PCR.

Selain itu, skrining aplikasi peduli lindungi harus tetap dipakai di semua tempat transit transportasi umum. Jangan sampai ada warna hitam yang lolos hingga keluyuran. “Tapi, tetap syarat pertama menjadi yang utama. Nah, sampai sekarang syarat itu kan juga belum terpenuhi,” jelasnya.

Ia menjelaskan bahwa pemerintah daerah yang paling berwenang untuk meningkatkan upaya testing. Semua kontak erat dan suspek harus dites. Jumlahnya harus ditingkatkan sepanjang dua bulan kedepan. “Kalau semua itu sudah dilakukan, semua boleh cul-culan. Itu kata kuncinya!” tegasnya.

Sekretaris Komda Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) Jatim Dominicus Husada juga angkat bicara. Orang yang sudah divaksin dosis kedua memang punya imunitas yang bagus. Namun, durasi kekuatannya paling lama hanya setahun. “Setahun sudah turun, jadi nggak bisa dipukul rata,” katanya. 

Meski begitu, vaksinasi harus tetap digencarkan. Menurutnya, vaksin yang dipersyaratkan di banyak ruang publik itu sangat penting. Agar percepatan vaksinasi bisa tercapai. Ia juga menanggapi terkait anak usia 6-11 tahun yang sudah bisa divaksin.

“Itu langkah yang bagus. Apalagi banyak negara di Eropa dan Amerika sudah mengizinkan sejak lama vaksin anak. Bahkan di Tiongkok, Sinovac dari dulu boleh disuntik untuk anak usia 3-17 tahun,” jelas Dominicus.

Namun, ada yang harus diperhatikan sebelum mempercepat vaksinasi terhadap anak-anak. Yakni harus lebih dulu memprioritaskan vaksinasi kepada para lansia, remaja, dan dewasa. Bukan karena imun anak lebih kuat dari yang dewasa. Tetapi, anak-anak lebih ringan gejalanya jika terpapar. “Makin muda makin jarang kena gejala yang berat. Jadi seperti di banyak negara, para lansia dan dewasa harus lebih dulu tuntas. Karena mereka lebih penting mendapat suntikan lebih dulu,” paparnya.

Hingga saat ini, capaian vaksinasi para lansia di Jawa Timur juga masih alot. Data terakhir menunjukkan, capaian vaksinasi lansia dosis pertama masih 39,07 persen. Sedangkan dosis kedua  baru 20,55 persen. “Kelihatannya upaya vaksinasi lansia ini sudah agak mentok. Tapi harusnya diprioritaskan,” tandas Dominicus. (M. Nur Khotib)

Penumpang kereta di Stasiun Gubeng mengantre di loket sebelum menjalani uji usap antigen.
(Foto: EKO SUSWANTORO-HARIAN DISWAY)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: