Deteksi Formalin dengan Laser 

Deteksi Formalin dengan Laser 

G-Nose memakai udara yang diembuskan dari mulut. Kemudian dideteksi menggunakan elektronika. Kalau penelitian Yasin menggunakan tembakan laser. Hipotesisnya, laser yang ditembakkan bakal mendeteksi virus corona melalui panjang gelombang. Sehingga tidak akan bercampur dengan material lainnya.

Setiap material memiliki panjang gelombang yang berbeda. Penggunaan laser diklaim lebih akurat dibanding menggunakan elektronika. 

Tim Peneliti Fakultas Saintek Universitas Airlangga yang dipandegani Prof Moh. Yasin (kanan).
(Foto: Rizal Hanafi-Harian Disway)

Berkaca pada G-Nose, banyak karya anak bangsa yang tidak dipakai. Menurut Yasin, kelemahan karya kita adalah kurang sempurna dalam pembuatannya. Seperti G-Nose yang belakangan dianggap kurang akurat bila dibandingkan PCR.

Meski begitu, Yasin tetap optimistis beberapa karya yang ditelitinya bakal dipakai. Alumnus SMAN 1 Puri Mojokerto itu mengklaim konsep dasar penelitiannya sangat kuat. Tapi ia memiliki permasalahan lain. Yakni pendanaan.

Dana yang digelontorkan untuk penelitian cukup besar. Namun uang itu harus dibagi kepada peneliti lain. ”Harapannya, ada prioritas untuk para ilmuwan top. Ada klasifikasi mana penelitian yang prioritas. Mana yang bukan,” ungkap alumnus magister sains Fisika UGM itu.

Pemerintah bisa membuat program MIT-Indonesia Research Alliance (MIRA) lagi. Sekarang bernama IMPACT. Yasin pernah mendapat pendanaan dari MIRA. Setiap peneliti mendapat alokasi dana sebesar Rp 600 juta. Ia mengusulkan konsep pendeteksi hepatitis melalui optik. ”Optik ini harganya mahal-mahal. Dana yang dikeluarkan untuk penelitian cukup banyak,” kata Yasin. (Andre Bakhtiar)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: