Deteksi Formalin dengan Laser
Siapa sangka cahaya bisa mendeteksi berbagai macam benda. Mulai benda yang kasat mata hingga benda mikro seperti virus. Penelitian itu yang terus dikembangkan Prof Moh. Yasin. Kini ia sedang meneliti gelombang cahaya untuk mendeteksi formalin dalam makanan.
PROFESOR Moh. Yasin beranjak dari kursi kerjanya. Meja tamu yang masih berantakan itu ditinggalkannya. Ia lantas keluar dari gedung dekanat Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga (Unair). Yang ditujunya adalah laboratorium di selatan dari gedung tersebut.
Jarak gedung dekanat dan laboratorium tak terlalu jauh. Mungkin sekitar 100 meter. Tetapi, letak laboratorium di lantai dua. Cukup membikin terengah-engah untuk orang-orang yang jarang berolahraga.
Laboratorium itu tidak terlalu besar. Luasnya sekitar seperempat lapangan futsal. Tempatnya dibagi menjadi 4 ruangan. Ruang penerima tamu, ruang diskusi, tempat uji coba, dan gudang. Barang-barang memenuhi ruangan itu. Tiap orang harus bergantian jika berpapasan saat berjalan di dalam ruangan.
Di tempat tersebut Yasin mengeksekusi idenya. Di ruangan uji coba, ia memamerkan sebuah alat hasil inovasinya. Yakni alat pendeteksi formalin. Tapi belum sempurna. Masih pada tahap penelitian.
”Setiap zat dalam makanan bila ditembak laser akan mengeluarkan gelombang tertentu. Nah, gelombang itu bisa mendeteksi jenis zat kimia yang ada dalam makanan,” ujar lelaki 54 tahun itu.
Konsepnya hampir sama dengan laser detak jantung. Laser He-Ne ditembakkan ke objek tertentu. Kemudian optical detector akan merespons sinyal tersebut. Lalu diteruskan ke alat display digital voltmeter.
Digital volt meter akan membaca gelombang yang ada pada objek. Bila zat formalin ada dalam objek yang ditembak laser, gelombangnya membentuk sebuah bukit dan lembah.
Sayangnya alat tersebut masih memiliki kelemahan yang signifikan. Sebab ia belum bisa membedakan zat yang bila objek tercampur lebih dari satu zat. Gelombang akan membentuk sinyal berbeda. Serta bentuknya tidak beraturan.
Selain itu, Yasin juga tengah mengembangkan penggunaan ultraviolet dalam penelitiannya. Sayangnya sinar ultra violet belum bisa terdeteksi oleh digital voltmeter. ”Beberapa waktu lalu terlihat gelombangnya. Tapi setelah dipraktikkan lagi tidak ada. Ini masih kami cari terus,” ungkap dekan Fakultas Sains dan Teknologi Unair itu.
Bila proyek itu selesai, Yasin bakal mengomersialkan temuannya itu. Alat tersebut bakal membantu industri ekspor-impor. Makanan bisa lebih terjaga kualitasnya. Memudahkan pengawas makanan agar lebih selektif menerima maupun mengirim makanan.
Cahaya sangat memikat hati bapak tiga anak itu. Identifikasi objek tertentu melalui laser sebenarnya bukan hal baru. Namun pengembangan laser menjadi sebuah alat baru merupakan hal yang menarik.
Yasin sempat meneliti pendeteksi virus corona menggunakan laser. Penelitian itu sudah dipublikasikan melalui jurnal ilmiah. Sudah terindeks oleh Scopus.
Penelitiannya dibandingkan dengan konsep G-Nose. Alat yang dibuat Universitas Gadjah Mada (UGM) itu menggunakan konsep elektronika. ”Kalau dibandingkan konsep optik, tidak ada apa-apanya itu. Tapi kan akhirnya G-Nose enggak dipakai juga,” kelakarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: