Bos Kondotel The Eden Bali Minta Penangguhan
PENASIHAT hukum (PH) terdakwa Stephanus Setyabudi di awal persidangan langsung memberikan surat penangguhan penahanan terhadap kliennya. Itu setelah dalam persidangan sebelumnya majelis hakim yang dipimpin Suparno membacakan penetapan penahanan kepada terdakwa.
Penetapan itu dibacakan setelah jaksa penuntut umum (JPU) I Gede Willy Pramana membacakan dakwaan di Ruang Garuda II, Pengadilan Negeri Surabaya.
”Terdakwa sakit sehingga harus ada penanganan intensif dari dokter. Jadi, kami ajukan penangguhan penahanan atau peralihan penahanan menjadi tahanan rumah. Awal persidangan kemarin langsung kami berikan,” kata Nurmawan Wahyudi saat dihubungi Harian Disway Kamis (18/11).
Ia menegaskan, Stephanus tidak pernah menipu para konsumen mengenai luasan lahan. Dalam promosinya ditulis luas kamarnya adalah semi gross. Dalam pengertiannya, semi gross area adalah area unit nett ditambah dengan luas area bersama. Dibagi secara proporsional terhadap seluruh unit yang ada di lantai dimaksud.
"Semua dokumen tertulis luasnya semi gross. Artinya, bisa kurang bisa lebih. Diukur dari luasan luar tembok. Pemesanan, PPJB semua sudah jelas semi gross," katanya.
Nurmawan juga meragukan keaslian brosur yang dibawa saksi. Di dalam brosur itu tertulis luas 30 meter persegi. Tanpa keterangan semi gross. Menurutnya, semestinya di brosur asli tertulis semi gross. "Kami akan usut tuntas mengenai brosur itu," tegasnya.
Sementara itu, mengenai pasif income yang tidak diterima para pemilik kondotel yang tidak diterima sejak tahun lalu, ia menolak menanggapi. "Kami tidak bahas mengenai itu karena dakwaan hanya mengenai perbedaan luas," tambahnya.
Dalam persidangan kemarin, jaksa menghadirkan tiga saksi. Salah satunya hanya memberikan keterangan melalui video call (VC). Sisanya hadir dalam ruang sidang. Namun, ada juga para korban lainnya yang ikut hadir dalam persidangan tersebut. Walau tidak memberikan keterangan.
Para saksi itu adalah konsumen Kondotel The Eden Kuta Bali. Mereka menjadi korban karena merasa kamar hotel yang mereka beli tidak sesuai dengan spesifikasi yang ditawarkan di brosur. Kondotel itu dibangun PT Papan Utama Indonesia (PUI).
Terdakwa adalah direktur utama di perusahaan tersebut. "Luas kamarnya hanya 26,06 meter persegi. Tidak sesuai dengan luas yang tertera dalam brosur. Yaitu, seluas 30 meter persegi semi gross," kata Suryandaru saat memberikan keterangan sebagai saksi melalui video call Rabu (17/11).
Dalam promosinya, PT PIU menjanjikan pasif income 9 sampai 12 persen per tahun dari harga kondotel. Suryandaru memang sempat menerima Rp 22 juta per tahun sejak 2013. "Tapi, hanya sampai 2019. Setelah itu tidak dapat lagi," ujarnya.
Saksi lainnya, yaitu Tommy, merasakan hal yang sama. Ia membeli satu unit kondotel seharga Rp 670 juta. Dicicil 10 kali. "Kondotel sudah diserahkan ke saya. Tapi, luasnya tidak sesuai dengan di brosur," katanya. Sama dengan Suryandaru, ia juga dijanjikan mendapat pasif income.
Namun, nilainya tidak sebesar yang dijanjikan. Sejak tahun lalu, ia juga sudah tidak menerimanya lagi. "Unit setelah saya beli tidak ditempati sendiri. Tapi, dikelola mereka (manajemen kondotel). Pasif income tidak sesuai. Saya per bulan dapat Rp 2 juta," tambahnya. (Michael Fredy Yacob)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: