Penangguhan Linda Leo Darmosuwito Digantung, Saksi Ahli Mbulet
BERAT perjuangan tim penasihat hukum (PH) terdakwa Linda Leo Darmosuwito untuk melakukan penangguhan penahanan. Padahal, suratnya sudah diberikan pada 8 Oktober 2021. Sampai sekarang, belum ada keputusan dari majelis hakim. Linda adalah mantan istri Sugianto Setiono, bos Minyak Kayu Putih Cap Gajah.
Hakim Suparno yang memimpin sidang sempat mengeluarkan putusan pembantaran. Hanya satu minggu. Itu juga karena terdakwa Linda dua kali tidak sanggup untuk mengikuti sidang. Pembantaran tersebut sudah dilakukan seminggu yang lalu.
Kemarin (18/11), seusai membuka sidang, Suparno langsung menyampaikan bahwa majelis hakim belum memberikan jawaban terkait permohonan penangguhan penahanan tersebut. Masih harus didiskusikan kembali. Karena itu, sidang kembali dilanjutkan.
Terdakwa juga menyanggupi. Linda mengikuti sidang itu secara online dari Lapas Porong, Sidoarjo. Selanjutnya, ahli yang datang langsung maju dan disumpah. Ahli itu adalah Bambang Suheryadi. Dosen hukum pidana Universitas Airlangga, Surabaya.
Berbagai pertanyaan diberikan jaksa penuntut umum (JPU) Suwarti dan Sabetania. Syarat sebuah tindakan seseorang dinyatakan menjadi tindak pidana. Sampai pada pokok perkara yang mengantarkan Linda ke meja hijau. Yaitu, dugaan pemalsuan berkas pernikahan.
Setelah pertanyaan dilontarkan jaksa, ahli itu menjawab sesuai dengan pertanyaan yang diberikan. Sayang, itu tidak sesuai saat tim PH terdakwa, yaitu Salawati Taher dan Johanes Dipa Widjaja, yang melemparkan pertanyaan. Menurut Johanes, ahli malah banyak menolak pertanyaannya.
Alasannya, pertanyaan PH terdakwa tidak sesuai dengan keahlian yang dimiliki Bambang. Atau bahkan, banyak pertanyaan yang dijawab juga tidak tepat sasaran.
”Kalau ia (Bambang) banyak pertanyaan yang tidak bisa dijawab. Saya juga sempat bertanya terkait azas in dubio pro reo. Beliau tidak bisa menjawab. Jadi, saya ragu keahlian beliau,” kata Johanes saat dikonfirmasi ketika keluar dari Ruang Garuda II, Pengadilan Negeri Surabaya.
Padahal, menurutnya, beberapa pertanyaan yang diberikan adalah komentar yang dikeluarkan sendiri oleh terdakwa. Hanya, saat ia bertanya kembali terkait komentar tersebut, ahli itu selalu berdalih bukan kapasitasnya untuk menjawab. Sebab, itu merupakan hukum administrasi.
”Tadi juga kita mendengarkan kalau hakim berkali-kali mengatakan tidak perlu dijawab kalau itu di luar dari keahlian saksi ahli tersebut,” tambahnya.
Sementara itu, Salawati mengaku tidak mendapatkan poin berarti dari keterangan ahli. Menurutnyi, kalau berbicara mencari kebenaran materiil, pada saat terdakwa mengaku itu bukan tanda tangannyi, seharusnya diperiksa. Melalui laboratorium forensik. Dengan demikian, ada pembanding. ”Ini kan gak ada. Bahkan, pelapor sendiri yang bilang itu tidak ada,” terangnyi.
Bahkan, dalam laporan yang diberikan, tidak ada berkas asli yang tertera. Tapi, ahli yang dihadirkan sempat mengatakan tidak dipermasalahkan kalau berkasnya bukan asli. Karena seharusnya ada nomor surat yang bisa menjadi acuan untuk pembuktian.
Juga, ahli sempat menegaskan seharusnya tidak ada permasalahan lagi. Sebab, sebelum menikah, terdakwa dengan pelapor sudah memiliki anak. Bahkan, keduanya telah resmi menjadi suami istri setelah anak tersebut berusia 7 tahun.
”Mau perawan atau tidak kan harusnya tidak masalah. Toh, ia (pelapor) sudah tahu. Status belum menikah atau tidaknya, itu murni kesalahan administrasi negara. Kalau kesalahan administrasi, masak masyarakat awam yang jadi korban,” tegasnyi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: