Merespons Kebangkitan Tiongkok
Terkait hal itu, ada kisah menarik dari mantan Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Suatu waktu, sebagaimana diceritakan Dino Patti Djalal dalam halaman 293 catatan hariannya, Harus Bisa! (2007), SBY menerima laporan kajian mengenai lingkungan strategis yang dihadapi Indonesia.
Setelah membacanya, SBY geregetan, ”Kenapa isinya ancaman melulu? Mana aspek peluangnya? Kita kan berada dalam zaman yang berubah, yang peluangnya jauh lebih besar dari masa lalu. Kalau semua dianggap ancaman, semua dianggap musuh, kita akan tertinggal dari negara lain yang lebih jeli menangkap peluang.”
Tetapi, seakan tak mau tunduk pada petuah SBY, jajak pendapat yang dirilis Media Survei Indonesia (Median) pada akhir September 2021 menemukan, Tiongkok bertengger di nomor wahid negara yang dinilai publik sebagai ”ancaman bagi Indonesia”.
Alasan paling banyak yang dikemukakan mereka adalah (1) Indonesia kebanjiran TKA dari Tiongkok, (2) Indonesia banyak utang kepada Tiongkok, dan (3) Tiongkok menguasai perekonomian Indonesia. Karena itu pula, sebanyak 46,4 persen dari 1.000 orang yang disurvei mengaku percaya terhadap ”isu kebangkitan komunisme (PKI) di Indonesia”.
Apa yang terus-menerus dikampanyekan beberapa politikus Indonesia sejak 2014 silam cukup efektif juga, kayaknya. Namun, entah untuk 2024. (*)
*) Novi Basuki, alumnus Huaqiao University dan Xiamen University, Tiongkok
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: