Pasarnya Orang Tionghoa di Surabaya
Sandra Sasmita juga membahas tentang pasar. Namun, kali ini ia menjelajahi Pasar Pabean. Sebuah sentra jual-beli yang merupakan salah satu pasar legendaris di Surabaya. Pasar ini sudah ada sejak tahun 1849 dan menempati bangunan kuno di Jalan Songoyudan. Area tersebut dulu merupakan kawasan Pecinan.
Tempatnya berbatasan langsung dengan Jalan KH Mas Mansyur. Sebuah ruas jalan yang dahulu diberi namanya Kampementstraat. Kawasan itu merupakan tempat tinggal dan beraktivitas masyarakat etnis Arab di Surabaya.
Seiring perkembangan zaman, Pasar Pabean juga menjadi tempat penjualan ikan segar, baik ikan laut maupun air tawar. Jika anda ingin menikmati ikan tangkapan hasil laut, di sinilah tempatnya. Bila butuh udang dan bandeng, di pasar ini banyak tersedia. Bahkan, untuk mendapatkan ikan-ikan berukuran besar seperti kerapu, kakap, dan pari pun, di pasar ini pun ada. Jadi, dari segi komoditi, di pasar yang hidup 24 jam ini tergolong sangat lengkap.
”Pasar Pabean dulunya merupakan pusat perekonomian masyarakat Tionghoa. Di sekitar pasar terdapat rumah-rumah penduduk yang bentuknya cukup unik. Karena menampilkan corak arsitektur campuran antara budaya Tionghoa dan Arab. Letaknya ada di Jalan Panggung, cukup dekat dari Pasar,” kata Sandra.
Ia pun menceritakan kalau pada 10-13 Januari 1946, masyarakat etnis Tionghoa pernah melakukan pemberontakan terhadap penjajah. Mereka tidak berperang layaknya arek-arek Suroboyo. Melainkan melumpuhkan sektor perekonomian.
Hal itu terjadi setelah mereka dituduh mencur di gudang makanan milik sekutu. Para pedagang kemudian melakukan aksi mogok berjualan. Seluruh aktivitas di Pasar Pabean lumpuh total.
Padahal masyarakat termasuk tentara sekutu butuh belanja untuk kebutuhan sehari-hari. Alhasil, ekonomi Surabaya sempat lumpuh. Mayor Jenderal Robert Mansergh yang saat itu bertugas meminta maaf atas tuduhan itu. Barulah kemudian mereka membuka kembali aktivitas perdagangan sehingga perekonomian kembali pulih.
Akan tetapi, permasalahan kembali hadir. Pada 2020 ketika Pasar Pabean tak beroperasi. Bukan karena mogok jualan, tapi pandemi Covid-19. ”Saya sudah berbincang dengan Ibu Avilia, salah satu pedagang di Pasar Pabean. Beliau bilang kalau kondisinya sekarang sudah jauh lebih baik dari sebelumnya,” papar Sandra.
Dua konten tersebut menjadi cara yang apik dalam mempromosikan situs bersejarah di Surabaya. Sandra dan Kezia merupakan finalis Koko Cici Jawa Timur 2021. Sudah sepatutnya mereka menjadi aktor dan berperan aktif. Apalagi yang berhubungan dengan kebudayaan Tionghoa.
Ajang yang baru digelar tahun lalu ini sudah mencapai tahap final. Pada 19 Desember esok, dilaksanakan grand final guna menentukan laki-laki dan perempuan terbaik, dipilih dari 20 finalis. Saat ini, para finalis masih ada di tahap mempersiapkan diri. Dengan mengikuti beberapa pembekalan daring. Serta melakukan karantina bersama tiga hari sebelum hari puncak. Semua akan digembleng di situ. (Ajib Syahrian)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: