Pasarnya Orang Tionghoa di Surabaya
Ada banyak pusat perbelanjaan di Surabaya. Dari puluhan lokasi, ada dua yang ternyata memiliki kaitan dengan masyarakat Tionghoa. Natania Kezia dan Sandra Sasmita, finalis Koko Cici Jawa Timur 2021 membeberkan kisah singkatnya.
Natania Kezia memilih berkunjung ke Pasar Atom. Terletak di Jalan Banguran Nomor 45, di kawasan Surabaya Utara. Bangunan pasar menjadi satu dengan Atom Mall.
Di tempat ini, para pengunjung tidak hanya bisa berbelanja kebutuhan sehari-hari di pasar tradisional, tetapi juga berjalan-jalan di mal dan menikmati aneka kuliner yang lezat.
Pasar Atom menjadi representasi kerukunan etnis Tionghoa dan pribumi. Dikenal salah satunya karena penggunaan bahasa ’gado-gado’ oleh para pedagang yang mayoritas beretnis Tionghoa. Sementara pembeli bisa datang dari banyak kalangan.
Natania Kezia baru berumur 18 tahun. Namun, dia punya tekad untuk melestarikan budaya Tionghoa melalui keterlibatannya dalam Koko Cici Jawa Timur. (Natania Kezia untuk Harian Disway foto)
Termasuk dari etnis Jawa dan Madura. Perpaduan itu melahirkan bahasa Pasar Atom yang kini jadi begitu khas. Sehingga penggunaan logat serupa di luar akan disebut dengan logat Pasar Atom.
”Bahasa campurannya masih ada sampai sekarang. Para pedagang dan pembeli biasanya saling berbincang dengan gaya bicara yang unik dan khas. Logat Tiongkok berpadu dengan aksen Suroboyoan,” kata perempuan yang akrab dipanggil Kezia itu.
Fenomena tersebut terbilang unik dan layak dibanggakan. Karena di sana melebur etnis Tionghoa, Jawa, dan Madura yang saling bersosialisasi. Ketiganya memiliki ciri khas bicara yang unik dan khas. Bentuk nyata dari keberagaman dan toleransi.
Dari hasil wawancara sejumlah pedagang lawas ternyata penjual di sana dulunya merupakan PKL yang ada di kawasan Sungai Pegirian. Lokasinya tak jauh dari situ.
Demi merapikan para penjaja itu, dibuatlah sebuah pusat perbelanjaan yang nyaman dan bersih. Termasuk menyediakan segala hal yang dibutuhkan demi kenyamanan transaksi jual-beli.
Saat ini, atmosfernya serasa menggabungkan pasar tradisional dan modern. Unsur modernitas dapat dilihat dari bentuk bangunan yang sudah lebih maju dari kebanyakan pasar biasa. Terdapat eskalator, lantai bersih, tembok berwarna-warni, serta fasilitas penunjang lain.
Sementara tradisionalisme dapat ditemui dari masih dapat ditemuinya kebiasaan tawar-menawar. Negosiasi harga sudah sangat jarang, atau mungkin tidak ada, di mal-mal besar.
Proses pembangunan dilaksanakan pada rentang 1979 sampai 1980. Terbagi ke dalam dua tahap. Tahap pertama adalah ketika pemerintah Kota Surabaya mempersiapkan 350 toko. Kemudian dilanjutkan dengan tahap kedua yang menambah 300 toko lagi.
”Pasar Atom menyediakan segalam macam kebutuhan masyarakat. Dulu pernah ada yang bilang, ke Surabaya belum lengkap kalau belum main ke Pasar Atom,” kata Kezia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: