Hapus Stigma Dimulai Dari Diri Sendiri
KALANGAN disabilitas masih dihantui stigma yang kurang enak dari masyarakat. Itulah salah satu sebab mereka sulit berkembang. Hal itu diungkapkan Umar Syaroni. Penyandang disabilitas itu kemarin menadi pembicara pada Seminar Nasional bertema Kikis Stigma: Ruang Kesempatan Sama Rata Bagi Disabilitas di Jatim Dalam Menghadapi VUCA.
Seminar itu merupakan puncak dari rangkaian Fisipology 3.0 BEM FISIP Universitas 17 Agustus Surabaya. Beberapa stigma yang sering diterima oleh disabilitas antara lain aneh, beda, mengganggu, bencana, dan tidak mampu berbuat apa-apa. Ia pun sempat menjadi korban dari stigma itu.
Misalnya, sulit mencari sekolah saat ia berusia 6 tahun pada era 2000-an. Tidak ada sekolah yang mau menerimanya. Hal yang sama ia alami saat mendaftar kuliah pada 2015 silam. Di Surabaya, hanya kampus Universitas 17 Agustus Surabaya yang mau menerimanya sebagai mahasiswa.
“Saya selalu gemetar kalau ingat itu,” ujar Umar. Namun, kata Umar, keadilan bagi disabilitas mengalami perbaikan dalam sepuluh tahun terakhir. Ia merasa keadilan bagi para disabilitas baru berkembang sejak 2016. Pendidikan inklusif tidak lagi menjadi hal yang tabu.
Apalagi setelah ada program Sustainable Development Goals (SDGs). Dan kesetaraan bagi disabilitas juga mulai dibahas oleh PBB. Nasib mereka diikutsertakan dalam pengambilan kebijakan-kebijakan. “Kesempatan mulai terasa terbuka bagi kami,” katanya.
Dtigma masyarakat itu,lanjut Umar, bisa dilawan dengan satu hal. Yakni setiap penyandang disabilitas harus mampu menerima diri sendiri dan orang lain. Sebab, banyak disabilitas yang tidak diterima oleh masyarakat justru karena tidak mampu menerima dirinya sendiri. “Terima kekurangan dulu. Baru dari situ kita bisa petakan potensi apa yang dimiliki,” tandasnya.
Selain itu, yang tak kalah penting adalah peran keluarga. Sebab, keluarga menjadi penopang kebutuhan psikis utama bagi mereka. “Jadi, keluarga dulu yang harus menerima. Tidak perlu menyembunyikan keberadaan mereka,” kata Pekerja Sosial Madya Dinas Sosial Jatim Ismi Wardani yang juga jadi pembicara pada seminar itu.
Acara tersebut digelar di Gedung Tribuana Tungga Dewi milik Badan Koordinasi Kegiatan Kesejahteraan Sosial (BKKKS) Jawa Timur. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Universitas 17 Agustus Surabaya Zakariya berharap banyak dari hasil seminar itu. “Setelah keluar dari ruangan ini kita bisa ciptakan inklusivitas,” katanya saat memberi sambutan. (Mohamad Nur Khotib)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: