Anak Kiai Jombang Praperadilankan Kapolda

Anak Kiai Jombang Praperadilankan Kapolda

PRIA berinisial MSAT, anak kiai sepuh di Ploso, Jombang, mengajukan sidang praperadilan kepada Kapolda Jatim. Pria itu menjadi tersangka karena diduga melakukan pencabulan dan kekerasan seksual terhadap santriwatinya.

Dalam sidang kemarin (13/12), tiga saksi dihadirkan MSAT sebagai pemohon. Dua orang adalah santrinya, yaitu Aji dan Basyit. Lalu, ahli forensik Universitas Brawijaya Ngesti Lestari. Basyit sudah 20 tahun menjadi santri. Ia juga mengenal perempuan yang diduga menjadi korban perbuatan MSAT.

”Saya mengenal perempuan itu. Sekitar tahun 2016 saat di halaman pesantren dan waktu itu dikenalkan oleh penjual es. Tapi, sekedar menyapa saja dan tidak akrab,” katanya dalam persidangan yang dilakukan di Pengadilan Negeri Surabaya.

Basyit membantah bahwa dirinya pernah mengantarkan saksi Aji menemui perempuan tersebut. Basyit juga mengatakan tidak pernah melihat MSAT berduaan dengan perempuan itu di Gubuk Cokro yang berada di Desa Puri. ”Di tempat lain juga tidak pernah melihatnya,” bebernya.

Ia hanya mengetahui bahwa gubuk tersebut sering digunakan sebgai tempat pengajian. Tapi, itu dulu. Sudah lama gubuk itu tidak lagi digunakan. Beda lagi dengan Aji. Ia mengaku kenal korban saat ada rekrutmen tenaga kesehatan. Saat itu 2015.

Pesantren Siddiqiyyah membutuhkan tenaga medis. Dari rekrutmen itu, terpilih 5 orang dari 10 yang mendaftar. Salah satunya adalah korban itu. ”Saya sendiri sebagai ketua dan penanggung jawab dalam rekrutmen itu,” ungkapnya.

Wawancara rekrutmen itu dilakukan di Gubuk Cokro.

MSAT juga ikut mewawancarai semua peserta yang akan direkrut menjadi tenaga kesehatan itu. ”Wawancara dimulai pukul 07.00 WIB hingga menjelang duhur dan dilakukan di teras, bukan di dalam kamar gubuk,” tambahnya.

Namun, menjelang Idulfitri, lima calon tenaga medis yang diterima itu tidak kembali ke pesantren. Ketika mereka dihubungi, juga tidak ada respons. Termasuk perempuan yang melaporkan MSAT ke polisi. ”HP mereka tidak aktif,” tambahnya.

Sementara itu, Ngesti Lestari dalam keterangannya mengatakan, forensik atau visum merupakan tindakan medis sebagai alat bukti yang sah atas peristiwa kekerasan. Semua dokter boleh membuat itu. ”Baik itu dokter ahli maupun dokter umum,” ucapnyi.

Kalau robeknya selaput dara itu, semua wanita bisa mengalami hal tersebut tanpa harus melakukan hubungan intim. Salah satu hal yang bisa menyebabkan robeknya selaput dara adalah wanita itu bergerak berlebihan. Atau terjatuh.  ”Kalau terjadi persetubuhan, robeknya sampai ke dasar,” ungkapnya.

Seusai sidang, Setijo Busono selaku anggota tim kuasa MSAT mengatakan, gugatan praperadilan diajukan kepada Polda Jatim karena penetapan tersangka terhadap MSAT. Penetapan itu sudah berjalan dua tahun. Namun, sampai sekarang belum P-21.

"Penetapan tersangka itu seharusnya dilengkapi dua alat bukti. Sehingga kami dan tim mengkaji adanya fakta bahwa P-19 yang dilakukan penuntut umum yang isinya meminta untuk dilengkapi," kata Busono.

P-19 itu dilakukan hingga tiga kali. Dilanjutkan dengan rapat koordinasi dan konsultasi. Itu juga dilakukan hingga tiga kali. Sudah dua tahun, kasus tersebut tidak jelas. Ia merasa kondisi itu menggantung nasib kliennya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: