Keterangan Dua Saksi Widowati, Istri Bos Djarum, Plinplan

Keterangan Dua Saksi Widowati, Istri Bos Djarum, Plinplan

KINI giliran tergugat Widowati Hartono yang menghadirkan saksi. Dua saksi dihadirkan. Mereka adalah Triyono dan Bambang Sutiono. Sayang, banyak pernyataan yang dikeluarkan yang tidak konsisten. Selalu berubah.

Kondisi itu membuat hakim dan kuasa hukum penggugat, yakni Johanes Dipa Widjaja, kebingungan. Beberapa kali dua saksi itu pun ditegur majelis hakim dan kuasa hukum penggugat. Bambang adalah ketua RW XII. Ia menjabat sejak 2010 sampai 2016.

Sedangkan Triyono adalah pensiunan TNI yang bekerja di PT Darmo Permai sejak 1995 hingga sekarang. Sebagai karyawan umum atau serabutan. Meski diperiksa secara bergantian dan terpisah, Bambang Sutiono dan Triyono memberikan banyak kesaksian yang meragukan.

Saat menyampaikan keterangan di persidangan, Bambang dan Triyono sering terlihat plinplan. Bambang malah sering memberikan jawaban membingungkan.

Awalnya, Bambang diminta menjelaskan tentang sejarah tanah Widowati Hartono. Selain itu, ia diminta untuk menjelaskan lokasi tanah milik istri bos Djarum yang saat ini menjadi objek sengketa.

Bambang menceritakan bahwa pada 2010 ada seseorang yang mengaku sebagai suruhan Widowati Hartono. Ia datang padanya untuk menanyakan surat pemberitahuan pajak terutang (SPPT).

"Karena ingin tahu tentang SPPT, saya kemudian menyuruh orang itu datang lagi dengan membawa sertifikat tanah. Dari orang itu akhirnya saya tahu bahwa tanah tersebut milik Widowati Hartono," katanya dalam persidangan kemarin (21/12).

Sayang, saat penasihat hukum Mulya Hadi (penggugat) menanyakan nama orang suruhan Widowati, ia tidak mengetahuinya. ”Saya tidak tahu,” ucapnya. Ia juga mengatakan bahwa tanah itu masuk wilayah Pradah Kali Kendal.

Sejak 1985, lanjut Bambang, tanah yang diklaim milik Widowati Hartono itu berupa tanah lapang. Namun, pernyataan tersebut diutarakan berdasarkan sertifikat yang dimiliki tergugat. Namun, saat Bambang menjadi ketua RW pada 2009, ada semacam peraturan daerah (perda) yang keluar.

Perda itu menerangkan tentang adanya pemekaran wilayah. Pemekaran tersebut dari Pradah Kali Kendal ke Lontar. Namun, aturan itu baru ia ketahui pada 2010. ”Hingga saat ini, masih banyak warga yang sertifikatnya tertulis Pradah Kali Kendal. Belum ada pemutakhiran. Sekitar 25 persen," ungkapnya.

Namun, saat ditanya mengenai isi aturan tersebut, Bambang terlihat kebingungan saat memberikan jawaban. Ia hanya memberikan jawaban seadanya. Setelah dicerca banyak pertanyaan, akhirnya Bambang menjawab bahwa dirinya tidak pernah membaca aturan itu.

Bambang juga memiliki tanah yang tidak jauh dari lokasi tanah sengketa tersebut. Sekitar 100 meter. Namun, Bambang sendiri menjelaskan bahwa tanah itu masuk wilayah Kelurahan Lontar. Hanya, ia masih bersikeras mengatakan dulu tanah itu masuk Pradah Kali Kendal.

Seusai persidangan, Johanes Dipa menangkap ada indikasi kebohongan yang diucapkan kedua saksi itu. Sebab, sering kali saksi yang dihadirkan memberikan keterangan yang berubah-ubah. Tidak konsisten. ”Saya beberapa kali sudah mengingatkan para saksi tadi,” ungkapnya. (Michael Fredy Yacob)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: