Setelah Kartolo Numpak Terang Bulan, M Ainun Ridho Pulang Kampung Bikin Film tentang Suroboyo yang Pluralis

Setelah Kartolo Numpak Terang Bulan, M Ainun Ridho Pulang Kampung Bikin Film tentang Suroboyo yang Pluralis

Setelah Jack (2019) dan Kartolo Numpak Terang Bulan (2020), M Ainun Ridho pulang kampung lagi ke Surabaya. Untuk menggarap film terbarunya berjudul Anthology of Darkness (AoD).

Syuting film kerja bareng Air Films dan Jurusan Produksi Film SMK Dr Soetomo Surabaya itu berlangsung sejak 6 Desember hingga 25 Desember 2021. Inilah komitmen dari Ridho yang didukung Kepala Sekolah SMK Dr Soetomo Surabaya Juliantono Hadi untuk memproduksi film layar lebar minimal satu judul setiap tahun.

”Sementara ini masih working title. Bedanya, film yang akan kami rilis ini sangat idealis dengan semangat indie,” ujar Sol Amrida, line producer sekaligus pengajar dari SMK Dr. Soetomo.

Di Surabaya, syuting mengambil banyak lokasi di Surabaya. Seperti di kampung pinggir rel Ngagel, area Kalimas dan Makam Peneleh, Surabaya. ”Outframe dari beberapa tempat itu kami buat seakan berdekatan,” terang Ridho.

Akting Grimbald Jonas Putra Yovanda yang memerankan tokoh bernama Langgeng, anak kecil bisu-tuli yang mencari sosok ibu kandungnya. (David Akbar Maulana untuk Harian Disway)

Saat syuting pada 24 Desember 2021 lalu, Ridho tengah mengambil adegan di kampung pinggir rel Ngagel. Ada dua aktor utama, Grimbald Jonas Putra Yovanda dan Kadek Yuvita yang terlibat.

Yovan memerankan tokoh bernama Langgeng, anak kecil bisu-tuli. Kadek memerankan Kartini, tokoh pelacur tua yang merawat Langgeng sejak kecil hingga berusia 10 tahun.

Digambarkan Yovan tengah memandangi sebingkai foto. Supardi, ayahnya yang lumpuh membelakangi Yovan dan menghadap dinding. Setelah lama menatap foto tersebut, Yovan memandang ayahnya. ”Jalannya pelan-pelan, Nggeng. Jangan kesusu. Sabar!,” ujar Ridho.

Ide dasar cerita AoD muncul dari Ridho. Haikal Damara, penulis skenario hanya punya waktu menerjemahkannya dalam plot pengadeganan selama dua minggu. AoD hendak bicara tentang kehidupan masyarakat pinggiran Surabaya.

Sebuah fenomena yang jarang diangkat oleh para filmmaker. ”Sisi ironinya kami munculkan. Ada sosok yang terlihat baik tapi jahat, begitu pula sebaliknya,” ujar Ridho.

Namun, dalam AoD, Ridho lebih banyak memunculkan sosok dengan penampilan luar yang jahat. Namun justru mereka inilah yang berperan dalam alur cerita film.

Selain menyimbolkan ironi kehidupan pinggiran Surabaya, film ini membawa tema keberagaman. ”Ada interaksi antara beberapa orang dengan agama berbeda. Di antaranya muncul konflik yang mencerminkan situasi bangsa ini,” ujar sutradara 50 tahun itu.

Dalam film ini Ridho mengangkat persoalan eksklusivitas agama yang belakangan ini jadi isu sensitif. Agama yang seharusnya bisa mempersatukan, malah semakin mengotak-kotakkan satu sama lain.

Contohnya aktor yang berjanggut dan berpakaian cingkrang. Dulu semasa remaja, ia bersahabat dengan aktor yang di masa depan menjadi pendeta. Tapi ketika telah hijrah, sosok berjanggut tersebut malah tak mau lagi bertegur sapa dengan kawannya itu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: