Ekspor Batu Bara Dilarang, Saham Tambang Rontok
STRATEGI Presiden Joko Widodo melarang ekspor bahan mentah pertambangan berhasil. Hilirisasi atas komoditas mineral dan batu bara (minerba) menjadi kunci kenaikan ekspor Indonesia.
Capaian itu ia sampaikan dalam pembukaan perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI) kemarin (3/1). Neraca perdagangan Indonesia surplus USD 34,4 miliar atau setara Rp 502,6 triliun selama pandemi. "Dalam 19 bulan surplus terus. Belum pernah kita mengalami seperti ini. Ekspor kita juga naik 49,7 persen secara year-on-year (November 2021)," kata Jokowi.
Setelah melarang ekspor nikel, Jokowi kini juga melarang pengiriman batu bara ke luar negeri. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral membutuhkannya untuk pemenuhan bahan bakar kelistrikan nasional.
Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan menindaklanjutinya. Kapal pengangkut batu bara dilarang mengirim ke luar negeri sampai 31 Januari.
Setelah batu bara, Jokowi juga bakal melarang ekspor produk tambang lainnya. "Saya kira keberanian kita men-stop, itu hasilnya kelihatan. Oleh sebab itu kami akan melanjutkan dengan stop bauksit, tembaga, timah, dan yang lain-lainnya," kata Jokowi.
Gara-gara kebijakan itu saham batu bara langsung anjlok. Rata-rata turun 1 sampai 4 persen pada penutupan di sesi I perdagangan pukul 11.30. (Lihat grafis).
Penurunan itu sudah diprediksi. Namun pasokan listrik dalam negeri harus jadi prioritas utama. PLN butuh pasokan batu bara untuk mengalirkan listrik ke 81 juta pelanggannya. Terutama untuk pelanggan industri.
Bagaimana pun juga presiden harus memilih. Harus ada yang dikorbankan agar perdagangan nasional selamat.
Menurutnya pertumbuhan ekspor itu adalah prestasi besar. Diraih dalam situasi sulit. Kasus Covid-19 sempat menembus 56 ribu per hari pada Juni-Juli 2021. Kini jumlah kasusnya turun drastis menjadi 174 kasus per hari. Karena itu, ia yakin perdagangan pada 2022 bakal lebih berkembang.
Ia memamerkan peringkat competitiveness index Indonesia yang naik 3 peringkat di masa sulit 2021. Peringkat bisnis Indonesia naik ke posisi 37, sementara peringkat bisnis digital naik ke posisi 37, keduanya sama-sama naik 3 peringkat.
Angka keyakinan konsumen dalam indikator konsumsi dan produksi juga menguat. Jika dibandingkan Maret 2019 nilainya mencapai 113,8. Di akhir November 2021 naik 118,5.
Menurutnya, angka-angka baik harus disampaikan untuk menumbuhkan optimisme. Termasuk Spending Index yang naik ke 120,5 dibandingkan pada Oktober yang hanya 106,2. Artinya kemampuan belanja masyarakat naik drastis setelah Indonesia berhasil lolos dari Varian Delta Covid-19.
Namun semua harus bersikap realistis. Masih ada tantangan yang harus dihadapi sejak awal tahun. Mulai dari kemunculan Varian Omicron, inflasi, hingga gangguan ekspor lainnya. ”Kita kehilangan kontainer di mana-mana. Serta negara lain yang mengalami kelangkaan energi. Mungkin akan mengganggu ekspor kita,” lanjutnya.
Krisis kontainer dan kapal terjadi sejak awal pandemi. Saat beberapa negara menerapkan lockdown, sirkulasi petikemas terganggu. Krisis global itu dialami hampir seluruh negara.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: