Kuburan Masal di Kompleks Delta Plaza
Banyak pertumpahan darah terjadi di tepian Kalimas Surabaya. Setelah mendengarkan kisah pembantaian Pemuda Maluku di NV Braat Ngagel, rombongan gowes sejarah Roodebrug meluncur ke eks RS Simpang. Ratusan pejuang dikubur di sana setiap harinya.
SKATE & BMX Park Surabaya sebenarnya tidak boleh dimasuki Minggu (16/1) pagi. Pemkot masih belum membuka semua taman selama pandemi.
Untungnya pagi itu petugas jaga sedang longgar. Rombongan Roodebrug Soerabaia boleh masuk ke area taman dengan jalan kaki. Sepeda diletakkan di area parkir Delta Plaza. Inilah titik pemberhentian ketiga pagi itu.
Ketua Roodebrug Soerabaia Satrio Sudarso yang naik sepeda motor sudah sampai duluan. Ia membuka lembaran denah RS Simpang. Di masa kolonial, RS itu bernama Oude Centrale Burgerlijke Ziekeninrichting (CBZ). Beberapa sumber menyebutkan bahwa RS tersebut dibangun atas perintah Gubernur Jenderal Hindia Belanda Herman Willem Daendels. Perintah itu untuk mengganti RS lama yang telah dijual pada 14 Juli 1808.
Pada 1890, Belanda mengubah CBZ tersebut menjadi RS militer. Pegawainya adalah pensiunan militer yang sudah tidak aktif di dinas.
Oleh orang Indonesia namanya diubah menjadi RS Simpang. Karena lokasinya ada di persimpangan jalan. Lalu di mana lokasi RS tersebut? Pendiri Roodebrug Soerabaia Ady Setyawan mengatakan, bangunannya sudah tidak ada. Di atasnya berdiri Delta Plaza. “Sudah tidak ada sisanya,” kata Ady yang menjadi pemateri utama susur sejarah di Kalimas itu.
Ada kuburan masal di eks RS Simpang. Lokasinya juga sulit dipastikan. Sebab seluruh jejaknya sudah rata dengan tanah sebelum pembangunan Delta Plaza pada 1980.
Agar kisahnya lebih otentik, Roodebrug mengajak Hari Sasongko dalam rombongan. Ia saksi mata yang menyaksikan pemindahan ratusan keping kerangka pejuang itu. “Kerangkanya dipindahkan ke taman makam pahlawan (TMP),” ujar Hari.
Hari menerangkan lokasi RS. Sementara Satrio membentangkan denah itu. Para peserta yang penasaran langsung merapatkan barisan agar bisa mendengarkan kisah dari saksi mata.
Dalam memoar Roeslan Abdulgani, diceritakan bahwa korban begitu banyak. Satu hari mereka bisa menguburkan 100 pejuang.
Roodebrug juga menemukan tulisan tangan dari salah satu pejuang yang selamat, Muhammad Thalib. Lembaran itu ditemukan di arsip DHD 45.
Ia menceritakan suasana genting dalam rangkaian pertempuran 10 November. Korban perang dikirim ke RS Simpang. Darah tercecer di sepanjang jalan dan halaman RS tersebut. Banyak yang gugur karena tertembus peluru atau terkena ledakan bom.
Thalib menceritakan, para pejuang mengangkut kayu jati satu truk untuk kuburan masal pejuang. Lubang sudah disiapkan di halaman belakang RS.
Mereka bertengkar dengan Prof Sjaaf karena membuat makam itu. Ia memerintahkan agar pejuang dikubur di Taman Makam Pahlawan. Namun situasi tidak memungkinkan. Jenazah para pejuang harus cepat-cepat dikuburkan.
Pada 13 November, Surabaya sudah luluh lantah. Korban pertempuran 10 November tergeletak di berbagai sudut kota. Serangan darat dan udara membuat pejuang terpukul mundur dan melanjutkan perjuangan dengan bergerilya ke selatan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: