Saksi Ahli Jelaskan Syarat Sahnya Barang Bukti

Saksi Ahli Jelaskan Syarat Sahnya Barang Bukti

LIMA kali sudah sidang praperadilan itu berjalan di PN Surabaya. Praperadilan tersebut dimohonkan pendiri Sekolah Selamat Pagi Indonesia (SPI) ke Kapolda Jatim. Pria berinisial JE itu ingin memastikan masa depannya di Polda Jatim.

Sidang kemarin (20/1) tim Bidang Hukum (Bidkum) Polda Jatim menghadirkan ahli hukum administrasi. Ahli itu dari Fakultas Hukum Ubhara Surabaya. Yakni, Prof Sadjijono. Ia juga merupakan purnawirawan polisi.

Sadjijono menjelaskan sesuai pasal 184 KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana). Pasal itu menjelaskan tentang syarat sahnya suatu barang bukti. Kemudian, berkembang dalam Putusan MK Nomor 21/PUU-XII/2014 tentang objek praperadilan yang diperluas.

Maka, barang bukti di tingkat penyidikan bukan bukti yang sah. Melainkan, disebut barang bukti atau petunjuk dalam pandangan subjektif penyidik.

”Berarti, bukti di tingkat penyidikan itu tidak akan pernah bisa dinyatakan sah. Ini putusan MK final dan mengikat,” kata ahli di hadapan hakim tunggal Martin Ginting. Sah atau tidaknya barang bukti itu tidak ditentukan penyidik. Tetapi, kewenangan hakim.

"Tidak semua barang bukti yang dibawa penyidik itu bisa dijadikan bukti yang sah. Dan (barang bukti) itu bisa dikesampingkan oleh hakim," lanjutnya. Barang bukti ataupun penyitaan bisa dikatakan sah apabila telah mendapat penetapan dari hakim secara formal.

"Setelah ditetapkan secara formal, barang bukti akan menjadi bukti sah. Tentu ketika telah dilakukan penyitaan dan proses hukum sesuai dengan KUHAP. Kalau tidak seperti itu, tidak dapat dikatakan sebagai bukti (sah)," tegas Sadjijono.

Kewenanagan hakim dalam menentukan sah atau tidaknya barang bukti itu menurut Sadjijono telah termuat dalam pasal 184, pasal 186, dan pasal 189 KUHAP. Selain itu, barang bukti haruslah memenuhi beberapa syarat, baik secara kualitas maupun kuantitas.

Secara kualitas, barang bukti yang diklaim penyidik secara subjektif haruslah memiliki relevansi dengan peristiwa hukum yang sedang diperiksa. "Suatu barang bukti, tapi tidak ada relevansinya dengan peristiwa yang terjadi, maka tidak memiliki kualitas," ucapnya.

Dalam perkara tersebut, JE yang merupakan pendiri Sekolah SPI melayangkan gugatan praperadilan kepada Polda Jatim untuk menentukan status hukumnya yang masih terkatung-katung. JE ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Polda Jatim atas tuduhan pencabulan.

Tindakan itu dilakukan kepada perempuan berinisial SDS, 28 tahun, alumnus sekaligus pegawai di yayasan Sekolah SPI Kota Batu. Pada 16 September 2021, berkas pemeriksaan JE oleh penyidik dilimpahkan kepada Kejaksaan Tinggi Jatim.

Pada 23 September 2021, berkas dikembalikan ke penyidik karena dianggap belum memenuhi pasal sangkaan. Berkas kedua kembali diterima pihak kejaksaan untuk diteliti. Berkas itu diberikan pada 3 Desember 2021.

Namun, setelah diteliti kembali, masih ditemukan sejumlah petunjuk yang belum dipenuhi penyidik Ditreskrimum Polda Jatim.

Karena dua kali berkas dikembalikan jaksa, JE kemudian mengajukan upaya hukum praperadilan. JE merasa kasusnya terkatung-katung. (Michael Fredy Yacob)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: