Kasus Pemukulan Siswa Hentikan PTM 100 Persen
GURU-GURU di Surabaya mengeluh. Beban mengajar mereka berlipat ganda semenjak pembelajaran tatap muka (PTM) digelar 100 persen. Mereka harus mengajar dobel di setiap kelas yang dipecah dua.
Keluhan itu muncul kemarin (2/2), saat Komisi D DPRD Surabaya menggelar rapat evaluasi kasus pemukulan SMPN 49 Surabaya. Koordinator Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMP Negeri Surabaya Effendi Rantau menyampaikan keluhan tersebut. ”Sejak pindah ke pembelajaran tatap muka lagi, beban guru jadi dua sif,” kata kepala SMPN 30 Surabaya itu.
PTM 100 persen sudah bergulir sebulan atas perintah pemerintah pusat. Surat keputusan bersama (SKB) empat menteri tidak memberikan ruang bagi daerah untuk menggelar PTM dengan kuota terbatas.
Dalam klausulnya, pemda tidak diperkenankan menambah aturan PTM yang memberatkan. Semua harus tunduk pada SKB empat menteri itu. Hak persetujuan wali murid juga dicabut. Mereka juga tidak bisa menuntut ke sekolah untuk menggelar sekolah online lagi. Semua harus belajar dari sekolah.
Pemkot menerapkan sistem dua sif. Kelas dibagi dua. Dengan begitu, beban guru jadi berlipat ganda. Beban tersebut terasa makin berat untuk guru yang mengajar lebih dari satu mata pelajaran. ”Kenapa itu sampai terjadi. Mungkin ada beban berlebihan yang dirasakan guru,” lanjutnya.
Koordinator Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMP Swasta Erwin Darmogo merasa siswa terlalu lama belajar daring. Banyak yang tak mengenali gurunya. Bahkan, teman satu kelas. Gara-gara daring, penekanan pendidikan karakter tidak ada. ”Rasa hormat ke guru juga terkikis karena selama ini mereka cuma lihat dari laptop,” keluh kepala SMP YBPK I Surabaya itu.
Perlu pembiasaan untuk kembali ke PTM 100 persen. Mulai membiasakan bangun pagi, tertib saat berangkat dan pulang sekolah, hingga pembiasaan belajar di kelas. Proses itu tidak dilakukan.
Anggota Komisi A DPRD Surabaya Herlina Harsono Njoto sudah pernah mengingatkan bahwa masa orientasi siswa sangat perlu. Terutama bagi siswa SD yang naik ke SMP. ”Dan itu ternyata tidak dilakukan,” ujar politikus Demokrat tersebut.
Herlina memahami beban guru sebulan terakhir sangat berat. Namun, fakta itu tidak bisa dijadikan pembenaran atas kasus pemukulan siswa.
Ia menganalogikan kepala dinas yang juga punya beban kerja tinggi. Lalu, kena marah wali kota. ”Masak pas pulang kerja, anaknya nakal tiba-tiba dikampleng (dipukul, Red). Menurut saya, ini lebih ke psikis guru tersebut,” kata politikus yang sedang menempuh S-3 psikologi di Universitas Airlangga (Unair) tersebut.
Kepala Dinas Pendidikan Surabaya Yusuf Masruh mengatakan bahwa penindakan dilakukan secara paralel. Yakni, di Polrestabes dan Inspektorat Surabaya. ”Yang bersangkutan sudah diperiksa pimpinan inspektorat,” kata Yusuf.
Pemkot membuat tim pemeriksa karena pelanggaran yang dilakukan tergolong berat. Hukumannya tercantum pada PP 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS). Wujudnya sanksi sampai pemecatan.
Dispendik juga telah mengevaluasi PTM 100 persen yang sudah bergulir. Pemkot akan menghilangkan sistem dua sif yang memberatkan guru. ”Berlaku mulai besok (hari ini, 3 Februari),” katanya.
Sistem pembelajaran dikembalikan seperti semula. Guru mengajar secara hybrid. Separuh belajar di kelas, sisanya mengikuti dari rumah secara daring.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: