Sel Punca, Masa Depan Pengobatan Kanker

Sel Punca, Masa Depan Pengobatan Kanker

SETIAP 4 Februari diperingati sebagai World Cancer Day (Hari Kanker Sedunia). Penyakit kanker merupakan salah satu penyakit tidak menular yang menjadi beban kesehatan di seluruh dunia. Data dari Global Burden of Cancer (Globocan) yang dirilis WHO menyebutkan bahwa jumlah kasus baru dan kematian akibat kanker pada tahun 2020 sebesar 396.914 kasus baru dan 234.511 kasus kematian, termasuk kanker darah.

S. Ugroseno Yudho Bintoro

Masyarakat sering mengidentikkan kanker darah itu adalah leukemia. Memang benar leukemia adalah salah satu jenis kanker darah, tapi masih ada jenis kanker darah yang lain. Secara umum, kanker darah dibagi menjadi 3 jenis, yaitu yang berasal dari sel darah putih (leukemia), sistem limfatik (imfoma) dan dari sel plasma di sumsum tulang belakang (multiple myeloma atau MM). Layaknya, sel kanker lainnya, sel kanker darah ini tumbuh secara tidak normal dan tidak terkontrol. Akibatnya mengganggu produksi sel darah yang lain.

Di Indonesia, pada tahun 2020, berdasar data Globocan, leukemia dan limfoma masuk dalam 10 jenis kanker terbanyak sebagai kasus baru maupun sebagai penyebab kematian tertinggi. Tercatat jumlah kasus baru limfoma 16.125 dengan kematian sebesar 9.044 kasus. Sedangkan kasus baru leukemia sebesar 14.979 dengan kematian 11.530 kasus. Jumlah kasus myeloma multiple tercatat 3.151 dengan kematian 2.734 kasus. Oleh karena itu kanker darah merupakan salah satu penyakit kanker yang menjadi perhatian tersendiri dan terus dikembangkan untuk pengobatannya. Salah satunya pada MM, saat ini berkembang pengobatan terapi target seperti bortezomib dan daratumumab dan pengobatan dengan immunomodulator yang diberikan secara per oral seperti lenalidomide dan thalidomide.

Saat ini, penggunaan sel punca atau stem cell di bidang medis merupakan hal yang cukup hangat dibicarakan. Masyarakat banyak berharap penggunaan sel punca ini dapat menjadi terobosan dalam pengobatan berbagai penyakit kronik maupun keganasan. Namun, indikasi, efektivitas penggunaan maupun keamanannya perlu dipahami untuk mendapat manfaat yang sebesar-besarnya.

Sel punca dapat digunakan sebagai bahan transplantasi, yaitu dengan menanam sel punca di organ tubuh tertentu untuk menggantikan sel yang rusak akibat suatu penyakit. Tidak semua iklan ataupun klaim yang ada di media terkait pemberian sel punca untuk menyembuhkan suatu penyakit memiliki dasar ilmiah yang kuat dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Secara medis ada beberapa indikasi yang sudah established, salah satunya di bidang hematologi atau penyakit darah.

Di bidang hematologi, penggunaan sel punca untuk transplan dimulai pada tahun 1950-an. Diketahui bahwa sel punca dari sumsum tulang (pabrik sel-sel darah) yang diberikan melalui infus dapat tumbuh kembali di sumsum tulang resipien yang sakit dan memproduksi sel-sel darah baru yang sehat. Transplantasi sumsum tulang atau bone marrow transplant saat ini sudah established untuk berbagai kelainan darah baik yang ganas seperti multiple myeloma, leukemia, dan limfoma maligna, juga termasuk yang non keganasan seperti anemia aplastik, anemia sel sabit, dan thalassemia.

Ada dua metode transplantasi yang umum digunakan, yaitu transplantasi sel punca autologous dan allogeneic. Penentuan metode yang akan digunakan tergantung pada usia,  jenis penyakit, dan ketersediaan sumber sel punca.

 

Transplantasi Sel Punca Autologous

Metode ini menggunakan sel punca yang berasal dari tubuh pasien sendiri. Sel tersebut kemudian dibekukan, disimpan, dan digunakan pada saat tertentu tahap pengobatan. Kelebihan dari metode transplantasi autologous adalah risiko penolakan sel punca oleh tubuh lebih rendah dan efek sampingnya pun lebih sedikit. Pembentukan sel darah baru pun berlangsung lebih cepat. Meski demikian, ada kemungkinan sel kanker yang diderita pasien belum sepenuhnya hilang sehingga dapat terjadi kekambuhan.

 

Transplantasi Sel Punca Allogeneic  

Metode ini menggunakan sel punca pendonor, seperti dari keluarga ataupun sukarelawan. Transplantasi ini digunakan bila ada pendonor yang cocok secara genetik dan sifat penyakit yang agresif.  Kelebihan metode transplantasi ini adalah sel punca yang digunakan bebas dari kanker, karena diambil donor yang telah dipastikan kesehatannya.

Tetapi transplantasi allogeneic memiliki tingkat kesulitan yang cukup tinggi, kemungkinan mendapatkan donor yang tidak mudah dan masa pemulihan yang lebih lambat, sebab tubuh dapat menolak sel punca dari donor.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: